Kamu sedang liburan di Banyuwangi? Nah, biar makin seru lagi momen liburannya, jangan lewatkan untuk saksikan keunikan rumah Suku Osing, rumah tradisional milik Suku Osing.
Suku Osing itu sendiri adalah nenek moyang masyarakat Banyuwangi yang kini banyak mendiami Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi.
Penasaran kan dengan bentuk rumahnya, dan seunik apa desainnya? Daripada penasaran, ada baiknya simak informasi lengkapnya berikut ini.
Sejarah tentang Rumah Osing Banyuwangi
Rumah Osing adalah rumah adat yang berasal dari Suku Osing yang menghuni Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Bahkan desa tersebut kini menjadi sebuah cagar budaya yang laris manis oleh kunjungan dari para wisatawan.
Rumah adat Suku Osing sangat unik pada bagian desain arsitektur fasad rumah dan juga konsep tata ruangnya.
Tak hanya itu saja, hal unik lainnya dari rumah ini adalah aturan-aturan yang harus diikuti saat akan membangun rumah adat Osing Jawa Timur ini.
Misalnya aturan muka rumah yang harus menghadap ke jalan, bukan menghadap ke gunung.
Kemudian setelah selesai proses pembangunan, wajib adanya acara syukuran yang melibatkan masyarakat sekitar.
Hal yang berkaitan dengan arah hadap rumah juga wajib sesuai dengan waktu kematian orang tua.
Aturan lainnya adalah satu unit rumah hanya boleh dihuni oleh satu keluarga saja.
Bentuk Dasar Rumah Osing Banyuwangi
Struktur pondasi rumah adat ini cukup sederhana, lebih tepatnya berupa susunan rangka yang terdiri dari empat buah tiang kayu.
Susunan-susunan tersebut saling tersambung tanpa menggunakan paku, melainkan pasak pipih atau masyarakat setempat menyebutnya Paju.
Lantainya masih berupa tanah dan atapnya sudah tertutup oleh material genteng yang terbuat dari tanah liat.
Sementara struktur dinding rumah masih berupa Gedheg atau anyaman bambu sederhana. Nah, di bagian depan rumah terdapat Gebyog.
Gebyog adalah papan kayu yang sudah dilengkapi dengan Roji atau lubang-lubang ventilasi udara dan cahaya.
Pada Rumah Osing modern, biasanya akan ada ornamen dengan motif khas dari Suku Osing.
Biasanya motif flora, seperti anggrek, peci-ringan, ukel anggrek, ukel kangkung, ukel pakis, dan motif geometris Kawung dan Slimpet.
Ornamen-ornamen tersebut bisa kita jumpai pada bagian-bagian tertentu, seperti Gebyog, Roji, Ampig-Ampig, dan Doplag.
Jenis Rumah Osing
Berdasarkan bentuk atapnya, terdapat tiga jenis Rumah Osing Banyuwangi, yaitu Cereocgan, Tikel Balung, dan Rumah Baresan.
Cerocogan
Jenis Rumah Osing dari Banyuwangi ini hanya memiliki satu atap saja. Kemudian penghuninya hanya satu keluarga saja dan biasanya menjadi hunian keluarga kalangan ekonomi menengah bawah.
Di Desa Kemiren sendiri jarang kita temui jenis rumah ini karena rata-rata rumah masyarakat Osing di sini sudah berupa rumah Baresan atau Tikel Balung.
Hal ini terjadi berkat adanya perbaikan taraf hidup masyarakat pasca dibukanya sektor pariwsata Banyuwangi secara besar-besaran.
Jikalaupun ada hunian dengan model Rumah Osing Cerocogan, rumah tersebut sengaja dibangun dan dijadikan sebagai homestay bagi wisatawan.
Desainnya pun sudah sangat bagus bila dibandingkan dengan Cerocogan yang dulu pernah eksis.
Baresan
Jenis Baresan ini sangat berbeda dengan jenis rumah yang sebelumnya karena rumah ini memiliki tiga buah atap. Jadi, ada satu tambahan ruangan yang terletak di sisi kanan atau kiri bangunan.
Alhasil, ruangannya lebih luas dan biasanya masyarakat dari kalangan menengah yang menghuni jenis rumah adat yang kedua ini.
Tikel Balung
Jenis rumah yang satu ini memiliki ukuran yang lebih besar lagi, dan atapnya sendiri terdiri dari empat atap.
Dengan model atap tersebut, artinya ada tambahan dua ruangan yang masing-masing terletak di sisi kiri dan kanan bangunan utama.
Penghuninya sendiri adalah mereka yang mempunyai taraf ekonomi lebih dari sejahtera dan biasanya dari kalangan keluarga terpandang.
Jika dilihat dari segi desain, jenis rumah Suku Osing dari Banyuwangi ini adalah yang paling sempurna.
Tata Ruang Rumah Osing
Rumah Suku Osing ini memiliki konsep tata ruang yang unik dan cenderung sangat berbeda dengan kebanyakan rumah adat Jawa Timur. Berikut perbedaannya.
Jendela
Fitur jendela, misalnya. Rumah asli Banyuwangi ini tidak memiliki satu pun jendela, sehingga sirkulasi udaranya sangat buruk. Demikian juga kondisi pencahayaannya yang relatif kurang baik.
Namun model Rumah Osing masa kini sudah dilengkapi dengan bukaan seperti beberapa jendela dan juga ventilasi udara.
Bagian Dalam Rumah
Jika kita masuk ke dalam, pola ruangan rumah ini adalah pola sejajar, mulai dari pintu depan yang berada di tengah. Pola yang demikian seolah membagi ruangan dan rumah menjadi dua bagian yang simetris.
Bagian dalam rumah itu sendiri terbagi menjadi beberapa ruangan, seperti Bale, Jrumah, dan Pawon atau dapur.
Bale adalah ruang terdepan yang berfungsi untuk keperluan penjamuan tamu. Ruang Bale ini semi outdoor, sehingga kondisinya cukup terang.
Beda lagi dengan Jrumah yang berperan sebagai ruangan inti yang sifatnya privat. Artinya, hanya pemilik rumah dan keluarga inti saja yang boleh mengaksesnya.
Kondisi pencahayaan di ruangan inti ini tidak begitu baik dan cenderung gelap, sehingga perlu adanya tambahan pencahayaan buatan seperti lampu.
Pawon
Istilah Pawon di sini artinya dapur yang fungsinya tak hanya untuk kegiatan memasak saja.
Dapur bagi masyarakat Banyuwangi adalah tempat untuk mempersiapkan logistik seperti makanan, minuman, dan snack untuk acara hajatan atau syukuran.
Meski hanya dapur, namun ruangan khusus memasak ini biasanya berukuran besar.
Sebab, masyarakat setempat juga memanfaatkan ruangan ini untuk menyimpan hasil panen, bahan makanan, dan peralatan memasak.
Kondisi pencahayaan dan juga sirkulasi udaranya sangat baik berkat adanya pintu belakang. Bahkan tak jarang pula rumah-rumah di banyuwangi yang gunakan konsep dapur semi terbuka.
Konsep ini berciri khas tidak adanya dinding di salah satu sisinya. Biasanya tak berdinding di bagian belakang ruang dapur.
Bagian Luar Rumah
Untuk bagian luar rumah, pembagian areanya meliputi Amper, halaman depan, Ampok, dan halaman samping.
Amper adalah teras depan yang mana area ini berfungsi untuk menerima atau menyambut tamu. Biasanya tamu orang asing atau non-kerabat akan dijamu di sini.
Seseorang yang bertamu dalam waktu singkat juga biasanya akan dipersilahkan untuk duduk dan mengobrol di teras depan ini.
Beda lagi dengan Ampok yang tak lain hanyalah ruangan kecil yang terletak di samping serambi. Fungsinya adalah sebagai area transisi antara area luar dan area dalam rumah.
Atap
Struktur atap pada rumah adat ini sangatlah penting karena melambangkan kasta atau strata sosial. Semakin banyak jumlah atapnya, semakin tinggi pula status sosial pemiliknya. Begitu pun sebaliknya.
Namun dari segi bentuk, pada dasarnya sama, yaitu atap limas sederhana dengan varian bentuk yang berbeda-beda, menyesuaikan jenis rumahnya.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, Rumah Osing ini terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan jumlah atapnya.
Rumah beratap tunggal disebut Cerocogan, rumah beratap tiga disebut Baresan, dan rumah beratap empat namanya adalah Tikel Balung.
Filosofi Rumah Osing
Saat membangun sebuah rumah, Suku Osing masih tetap berpegang teguh pada filosofi para leluhurnya. Salah satunya soal penentuan arah muka rumah yang disesuaikan dengan weton pemiliknya.
Contoh lainnya adalah susunan pemukiman yang rata-rata dalam satu area berisikan rumah-rumah dengan pemilik yang memiliki hubungan sedarah atau bersaudara.
Susuna pemukiman ini bertujuan untuk menjaga kedekatan hubungan kekerabatan antar pemilik rumah.
Masyarakat dari Suku Osing juga konsisten menjaga keselarasan dengan alam dengan cara memanfaatkan sumber daya alam sebagai material rumah.
Contohnya penggunaan kayu yang bisa kita lihat pada bagian Ander, yaitu tiang kayu besar yang terpasang di bagian tengah rumah.
Selain Ander, ada juga yang namanya Penglari dan Jait Dhowo, yaitu bagian rangka atap yang menjorok keluar dan terlihat jelas dari luar.
Nah, itu dia informasi lengkap seputar Rumah Osing, salah satu rumah adat Indonesia terkenal yang berasal dari Provinsi Jawa Timur.
Semoga informasi ini dapat menambah wawasan kamu, dan harapannya warisan budaya ini dapat terus lestari hingga generasi anak cucu kita kelak.