Jika sebelumnya sudah pernah membahas Rumah Honai, giliran berikutnya ada Rumah Hunila yang akan menjadi pembahasan kali ini.
Rumah adat Papua ini mempunyai fungsi yang berbeda dari Honai, Ebei, dan rumah-rumah milik Suku Dani lainnya.
Penasaran dengan fungsinya dan seperti apa penampakannya? Tak perlu berlama-lama lagi, silakan simak penjelasan detailnya di bawah ini.
Pengertian Rumah Hunila
Rumah Hunila adalah rumah adat Suku Dani yang secara khusus berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai bahan makanan dan dapur umum.
Sebagai rumah khusus yang berfungsi dapur umum, tentu di dalamnya berisi banyak jenis bahan makanan dan juga peralatan untuk memasak.
Layaknya dapur umum lainnya, rumah ini menjadi pusat kegiatan produksi berbagai makanan dalam porsi besar untuk seluruh Silimo dan sejumlah Honai.
Biasanya dalam sebuah area pemukiman yang terdiri dari beberapa Honai dan Ebei, minimal ada satu Hunila yang digunakan bersama.
Fungsi Rumah Hunila
Terdapat dua fungsi Rumah Hunila, yakni sebagai dapur umum dan sebagai tempat penyimpanan bahan makanan dan perlengkapan memasak.
Meski berbentuk rumah, di dalam rumah ini hanya berisi perapian untuk keperluan pengolahan makanan.
Hanya saja jumlah perapian yang tersedia lebih dari satu karena bahan makanan yang diolah juga tak sedikit.
Selain terdapat perapian, di sudut-sudut lain ruangan ini juga terdapat tempat khusus untuk menyimpan aneka bahan makanan dan perlengkapan memasak.
Adapun bahan-bahan makanan yang biasa masyarakat setempat simpan di rumah khusus ini adalah ubi dan sagu.
Ya, ubi di sini menjadi salah satu jenis makanan pokok Suku Dani selain sagu. Cara pengolahannya pun sangat sederhana, yakni hanya dengan membakarnya.
Setelah bahan-bahan ini selesai dimasak, hidangan-hidangan yang sudah siap nantinya akan diantarkan ke Pilamo dan keluarga masing-masing.
Arsitektur Rumah Hunila
Berbeda dengan Honai dan rumah Ebei yang berukuran kecil dan berbentuk menyerupai jamur, Rumah Hunila Papua ini ukurannya jauh lebih besar.
Bentuk konstruksinya juga terlihat memanjang, sehingga interiornya jauh lebih luas. Karena luas, ruangan pada rumah ini dapat memuat banyak perempuan Suku Dani yang hendak memasak bersama.
Lantas, bagaimana dengan konstruksi atap, lantai, dinding, dan elemen lain yang umumnya tersemat pada sebuah bangunan rumah? Berikut adalah penjelasannya.
Atap
Dari segi bentuk, atap rumah ini berbentuk sedikit kerucut namun dengan puncak mendatar.
Bentuk semacam ini menyesuaikan bentuk kerangka atap yang pas dengan bentuk badan rumah yang lebar dan panjang.
Sebenarnya bentuk atap model semacam ini juga bertujuan untuk mengurangi hawa dingin yang bisa saja menyelimuti seisi ruangan.
Atap dengan bentuk kerucut dan puncak mendatang ini terbukti efektif untuk mengalirkan air hujan tanpa harus membasahi dinding rumah.
Sebaliknya, apabila dinding rumah sering terkena air hujan, kondisinya akan basah dan berpotensi menyebabkan ruangan menjadi lembab.
Sebab, dinding yang terbuat dari kayu tidak akan mudah kering dan juga dapat berisiko cepat keropos jika terus-menerus dalam kondisi basah.
Kemudian terkait dengan material, atap rumah adat Hunila Papua ini terbuat dari tumpukan ilalang, jerami kering, atau daun sagu.
Dengan pemasangan yang bertumpuk-tumpuk, memungkinkan air tidak akan merembes hingga ke dalam rumah.
Atap dengan material alami ini juga akan mengering dengan cepat jika terkena paparan sinar matahari secara langsung selama beberapa jam saja.
Dinding
Pada dasarnya, untuk material dinding dan juga teknik pemasangan dinding pada rumah ini sama persis dengan Honai dan Ebei.
Hanya saja dari segi jumlah material, tentu rumah dengan sebutan dapur umum ini memerlukan jumlah material yang jauh lebih banyak.
Hal ini sangat wajar mengingat rumah ini lebih besar, panjang, dan lebar bila kita bandingkan dengan Honai dan Ebei.
Dinding-dinding rumah ini terbuat dari papan-papan kayu yang kokoh yang tersusun hingga membentuk menyerupai lingkaran yang lebar.
Papan-papan kayu tersebut tersusun dengan formasi berdiri dengan cara ditancapkan salah satu sisinya yang sebelumnya sudah diruncingkan.
Oiya, pemasangannya sendiri menggunakan dua posisi atau formasi, yaitu formasi vertikal dan horizontal.
Mulanya, papan-papan kayu dipasang dengan posisi vertikal dengan jarak yang teratur.
Kemudian papan-papan kayu berikutnya dipasang dengan posisi horizontal pada papan-papan kayu yang sudah terpasang sebelumnya.
Dengan teknik pemasangan semacam ini, dinding kayu akan terpasang dengan rapat. Pada dinding bagian muka rumah, terdapat satu pintu sebagai pintu utamanya.
Pintu ini terpasang dengan posisi yang rendah seperti pintu utama pada Honai dan Ebei. Posisi pintu yang rendah ini membuat siapapun yang memasuki rumah ini harus menunduk.
Lantai
Berbeda dengan Honai dan Ebei, lantai pada rumah ini hanya berupa tanah karena menyesuaikan fungsi rumah itu sendiri.
Selain itu, membiarkan lantai hanya berupa tanah juga mempunyai tujuan lain, yaitu untuk pertimbangan keselamatan.
Seperti yang kita ketahui bahwa Honai berlantaikan rumput kering atau jerami untuk tujuan kenyamanan dan kehangatan.
Namun tidak dengan rumah ini mengingat fungsinya sebagai dapur yang sarat dengan api.
Keunikan Rumah Hunila
Berbicara soal keunikan, terdapat sejumlah keunikan yang bisa kita jumpai di rumah adat yang satu ini.
Misalnya dari segi bentuk yang mirip seperti jamur namun jauh lebih lebar dan luas.
Keunikan lainnya adalah fungsinya utamanya, yaitu khusus sebagai dapur umum dan juga tempat penyimpanan perkakas memasak dan bahan makanan.
Penggunaan material alami yang sarat akan makna filosofi juga menjadi keunikan tersendiri bagi rumah ini.
Contohnya saja penggunaan jerami pada atap rumah ini yang mana jerami memiliki ujung yang runcing dan tajam.
Runcing dan tajam ini melambangkan masyarakat Papua yang kuat, mandiri, kritis, dan adaptif.
Kemudian konstruksi bangunan rumah yang rendah juga tak kalah unik. Rupanya masyarakat Suku Dani memang sengaja membangun rumah-rumah mereka dengan postur yang pendek.
Tujuannya adalah agar hawa di dalam ruangan tetap hangat, mengingat sebagian besar masyarakat Suku Dani menempati lembah-lembah dekat pegunungan Papua.
Perbedaan Rumah Hunila dan Honai
Meski dibangun oleh kelompok masyarakat yang sama, jelas ada beberapa perbedaan yang sangat menonjol antara Rumah Hunila dan Honai serta Ebei.
Perbedaan yang paling mencolok terdapat pada ukuran bangunannya. Jika Honai dan Ebei luasnya sekitar 5 meter persegi saja, lain lagi dengan Hunila.
Luas Hunila bisa dua kali lipat luas Honai dan Ebei, sehingga mampu memuat lebih banyak orang.
Mengingat Hunila bukanlah sebuah hunian, maka interior yang luas ini dimanfaatkan untuk keperluan penyimpanan dan juga kegiatan mengolah bahan makanan.
Hal ini sesuai dengan fungsi utama rumah ini yang tak lain adalah sebagai dapur umum dan juga penyimpanan bahan makanan.
Nah, fungsi ini juga menjadi poin yang membedakan Hunila ini dengan Honai dan Ebei.
Demikian penjelasan Rumah Hunila lengkap dengan gambar desain arsitekturnya. Semoga dengan adanya informasi ini, kita bisa lebih mengenal lagi dengan rumah adat Hunila yang berasal dari Provinsi Papua ini.
Harapannya kita juga dapat turut melestarikan warisan budaya khas Papua ini.
Nah, buat kamu yang ingin mengenal berbagai rumah adat Indonesia dari provinsi lainnya, ada banyak sekali referensi yang bisa kamu jadikan sumber wawasan.
Misalnya saja buku, situs-situs edukatif, dan masih banyak lainnya.