Rumah adat Sulawesi Utara (Sulut) menampilkan berbagai bentuk dan motif arsitektur yang beragam, mencerminkan keberagaman suku bangsa yang mendiami wilayah ini.
Rumah adat ini adalah hunian tradisional yang bentuk, arsitektur, dan metode pembuatannya diwariskan dari generasi ke generasi, dan juga digunakan sebagai tempat tinggal sehari-hari.
Berdasarkan buku “Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Utara” yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1991, terdapat empat suku bangsa terbesar di Sulawesi Utara, yaitu suku Bolang Mongondow, Suku Sanger Talaud, Suku Minahasa, dan Suku Gorontalo.
Namun, saat ini Gorontalo telah menjadi provinsi tersendiri. Oleh karena itu, suku bangsa terbesar di Sulawesi Utara saat ini adalah suku Bolang Mongondow, Suku Sanger Talaud, dan Suku Minahasa.
Ketiga suku ini memiliki rumah adat dengan bentuk dan komposisi arsitektur yang berbeda.
Jika kamu penasaran tentang keunikan rumah adat di Sulawesi Utara, mulai dari bahan pembuatan, arsitektur bangunan, hingga perbedaan antara rumah adat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara, simak penjelasan selengkapnya dalam artikel ini.
Nama Rumah Adat Sulawesi Utara dan Gambarnya
Rumah Adat Walewangko Sulawesi Utara
Rumah adat Walewangko, yang juga dikenal sebagai rumah pewaris, adalah rumah tradisional dari Sulawesi Utara. Ngga cuma untuk tempat tinggal oleh suku setempat, tetapi juga sebagai identitas suku tersebut.
Nama “Walewangko” berasal dari kata “wale wale”, yang berarti keharmonisan keluarga. Mereka berharap dengan tinggal di rumah adat ini, mereka dapat merasakan kenyamanan, keamanan, dan ketentraman.
Selain itu, rumah adat suku Minahasa ini juga sering digunakan dalam upacara adat resmi. Dalam upacara tersebut, sebagian besar masyarakat yang hadir biasanya mengenakan baju adat Sulawesi Utara.
Pakaian adat tersebut bernama Bajang, berwarna merah, dan dikenakan oleh baik laki-laki maupun perempuan.
Karakteristik dan Ciri Khas Rumah Adat Walewangko
Rumah adat Sulawesi Utara bentuknya adalah rumah panggung, dengan ciri khas berdiri 3 meter di atas tanah.
Ini berbeda dengan rumah adat Papua dan Bali. Kebanyakan rumah adat di Sulawesi dibangun dengan gaya rumah panggung, menunjukkan bahwa adat istiadat setempat masih dijaga hingga kini.
Rumah ini dibangun dari kayu kokoh dengan penyangga berbentuk balok. Diperkirakan ada lebih dari 10 penyangga dari depan rumah hingga belakang.
Di sisi depan rumah, terdapat pintu dan jendela di sisi samping yang berfungsi untuk sirkulasi udara.
Dahulu, bagian atap rumah ini terbuat dari daun rumbia yang dikeringkan, namun seiring berjalannya waktu, banyak yang menggunakan genteng.
Bagian dalam rumah ini cukup luas dan dapat menampung 7 sampai 9 orang. Tentu saja, ada pembagian ruangan sehingga dapat menampung orang sebanyak itu.
Keunikan rumah adat Sulawesi Utara ini terletak pada dua tangga yang saling berhadapan. Tangga tersebut sengaja dibangun untuk jalan keluar masuk penghuni rumah.
Uniknya, mereka percaya bahwa jika dibangun tangga yang berhadapan, maka tidak akan ada roh jahat yang mengganggu.
Berikut adalah bagian-bagian dari Rumah Adat Walewangko:
Lesar, Sekay, Pores: Berfungsi sebagai teras dan tempat untuk menjamu tamu. Pores khusus digunakan untuk menerima tamu seperti kerabat dan saudara.
Kolong: Terbagi menjadi dua, berfungsi sebagai dapur dan gudang.
Serambi: Berfungsi sebagai kamar istirahat.
Sodor: Tempat menyimpan hasil panen yang terletak di bawah atap
Penghuni Rumah Adat Walewangko
Rumah adat walewangko dihuni oleh suku Minahasa, suku yang telah lama berdomisili di Gorontalo dan menjadi ciri khas Sulawesi Utara.
Meski tergolong primitif dengan penggunaan alat dan pakaian tradisional dalam kehidupan sehari-hari, suku Minahasa memiliki kekayaan budaya yang unik.
Sebagai petani, suku Minahasa mengandalkan padi, jagung, dan ketela sebagai sumber pencaharian. Namun, kelapa menjadi komoditas utama mereka, mengingat Provinsi Sulawesi adalah penghasil kelapa terbesar di Indonesia.
Uniknya, masyarakat Minahasa juga dikenal mahir dalam membuat anyaman tikar.
Anyaman ini tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga digunakan sebagai pembatas antara satu bilik dengan bilik lainnya di rumah mereka.
Dengan demikian, rumah adat suku Minahasa mencerminkan kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya dengan alam dan tradisi.
Rumah Adat Bolaang Mongondow Sulawesi Utara
Selanjutnya, kita akan membahas tentang rumah adat Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara. Rumah ini adalah ciri khas dari wilayah Mongodow, yang kini menjadi Kabupaten Mongodow.
Wilayah Bolaang Mongodow, yang merupakan wilayah terluas di Sulawesi Utara, mencakup empat kabupaten.
Keempat wilayah ini masih sangat melestarikan ritual dan upacara leluhur mereka. Begitu pula dengan adat istiadat dan kebiasaan yang sangat berorientasi pada ajaran-ajaran masa lalu.
Rumah adat ini sengaja dibangun dalam berbagai jenis dan ukuran, dan dibedakan berdasarkan lokasi dan penghuni rumah.
Berikut adalah beberapa jenis Rumah Bolaang Mongodow:
1. Komaling
Rumah megah yang dahulu digunakan sebagai tempat tinggal para raja dan bangsawan. Hanya orang tertentu yang boleh masuk rumah ini.
2. Genggulang
Rumah yang digunakan untuk mengawasi kebun yang akan panen atau digunakan untuk sekedar istirahat.
3. Silidan
Silidan adalah rumah panggung sederhana di mana penghuninya adalah rakyat biasa yang bukan keturunan bangsawan.
4. Lurung
Rumah dengan fungsi hampir sama dengan Genggulang namun ukurannya lebih kecil.
Rumah adat ini memiliki kesamaan bentuk dengan rumah adat suku Minahasa, yaitu Walewangko. Meski hampir sama dari segala aspek, ada perbedaan yang membuat rumah ini unik dan berbeda.
Arsitektur Rumah Adat
Rumah adat Bolaang Mongodow memiliki banyak kesamaan dengan rumah adat suku Minahasa, baik dari segi pembuatan, bahan, bentuk, hingga model rumah.
Namun, ada beberapa perbedaan yang mencolok, salah satunya adalah atap rumah Bolaang Mongodow.
Atap rumah Bolaang Mongodow memiliki bumbungan yang curam, yang biasanya digunakan sebagai loteng. Selain itu, rumah ini hanya memiliki satu tangga yang tidak berhadapan.
Rumah Mongodow dibangun dari kayu hutan. Uniknya, teras rumah ini tidak memiliki dinding di setiap sisinya.
Rumah ini memiliki ketinggian sekitar 3-4 meter dan didukung oleh banyak pilar sebagai penyangga rumah.
Dengan demikian, rumah adat Bolaang Mongodow menampilkan keunikan dan kekhasan tersendiri dalam arsitektur tradisional Indonesia.
Penghuni Rumah Adat Boolang Mongondow
Suku Mongodow adalah penghuni yang menempati rumah ini. Dahulu, mereka memiliki kerajaan besar yang dikenal sebagai Kerajaan Bolaang Mongondow, yang dipimpin oleh Raja Mokodoludut.
Pada tahun 1958, suku ini bergabung dengan Indonesia, dan wilayah Bolaang Mongodow kini menjadi sebuah kabupaten di Gorontalo.
Masyarakat suku Mongodow memiliki berbagai mata pencaharian, seperti berburu hewan di hutan, mencari sagu, dan menangkap ikan.
Pada masa itu, mereka belum mengenal bercocok tanam dan menggunakan alat-alat sederhana yang terbuat dari bahan alam.
Suku Mongodow juga dikenal dengan berbagai ritual upacaranya. Misalnya, Upacara Mopuluai I Adi, yang diadakan untuk memberi nama bayi yang baru lahir.
Ada juga Upacara Pongondeagaan, yang dikhususkan untuk gadis yang mengalami haid pertama kali.
Berbagai upacara ini menunjukkan bahwa adat istiadat leluhur masih sangat dihargai dan dilestarikan oleh suku Mongodow hingga saat ini.
Rumah Adat Suku Sangir Talaud
Rumah adat berikutnya dari Sulawesi Utara adalah milik suku Sanger Talaud, sebuah etnis yang mendiami wilayah paling utara Sulawesi Utara, di Kabupaten Sangir Talaud.
Masyarakat Sangir Talaud memiliki beberapa istilah untuk rumah mereka, seperti “bale”, “daseng”, atau “sabua”, yang masing-masing menunjukkan sifat dan bentuk rumah serta melambangkan tata krama.
“Bale” biasanya merujuk pada rumah yang bersifat permanen, sementara “sabua” menunjukkan sifat darurat, dan “daseng” digunakan untuk keduanya.
Secara umum, rumah adat Sangir Talaud memiliki dua jenis, yaitu rumah panggung dan rumah yang berlantai langsung di atas tanah.
Kedua jenis rumah ini dibangun berdasarkan struktur bangunan dengan sistem rangka kayu.
Kerangka bangunan rumah hampir sama, perbedaannya terletak pada adanya bagian kolong pada rumah panggung, sementara tipe rumah yang berlantai langsung ke tanah tidak memiliki bagian ini.
Dinding rumah biasanya dibuat dari bambu tetak atau gedek (anyaman belahan bambu) yang berdiri tegak pada tiang-tiang dari bagian dasar hingga atas.
Setiap rumah memiliki dua hingga tiga jendela kecil. Pintu rumah biasanya terdiri dari dua pintu, yaitu di bagian depan dan di bagian belakang yang terhubung dengan dapur.
Pada rumah panggung, di depan pintu terdapat tangga penghubung. Di rumah adat ini, jumlah anak tangga yang digunakan selalu genap.
Sementara itu, interior rumah adat Sulawesi Utara ini sangat sederhana karena hanya terdiri dari satu ruangan besar tanpa ada bilik kamar atau pemisah di dalamnya.
Sehingga, semua aktivitas dilakukan di dalam satu ruangan yang besar.