Kalimantan Timur menjadi salah satu provinsi yang punya ciri khas menarik dalam hal kebudayaan dan arsitektur. Salah satunya yaitu rumah adat Kalimantan Timur yang mempunyai arsitektur unik, serta makna filosofis yang menarik.
Kalau Kamu tertarik untuk mempelajari kebudayaan khususnya rumah adat Kalimantan Timur bisa mempelejarinya di sini. Simak penjelasan tentang rumah adat Kaltim selengkapnya berikut ini.
Sekilas Tentang Rumah Adat Kalimantan Timur
Rumah adat Kalimantan Timur adalah hunian atau tempat tinggal untuk suku-suku yang tinggal di Kalimantan Timur.
Desain dan kekhasan rumah ini berasal dari berbagai suku yang mendiami tanah Kalimantan Timur.
Wilayah Kalimantan Timur dihuni oleh sejumlah suku. Selain suku Dayak yang dikenal luas, ada juga suku Kutai, Banjar, Paser, dan Melayu.
Setiap suku memiliki gaya dan ciri khas sendiri yang memengaruhi desain arsitektur dan interior rumah adat Kalimantan Timur.
Beberapa jenis rumah adat di Kalimantan Timur memiliki sejarah menarik. Misalnya, rumah adat bernama “rumah lamin” milik Suku Dayak.
Rumah ini berbentuk panggung memanjang dengan dinding kulit kayu karena berdiri di atas lahan gambut di tengah hujan tropis Kalimantan Timur.
Sejarah lainnya terkait rumah adat Kalimantan Timur adalah rumah adat Bulungan. Rumah ini banyak dipengaruhi oleh budaya Melayu, terlihat dari penggunaan warna cerah seperti kuning, hijau, dan merah.
Di masa lampau, rumah adat Bulungan menjadi tempat tinggal para sultan dan bangsawan kerajaan di daerah Bulungan.
Hingga saat ini, rumah adat Kalimantan Timur tetap dilestarikan sebagai simbol budaya dan sejarah. Beberapa desain rumah adat Kalimantan Timur digunakan sebagai penginapan hingga objek wisata.
Makna Filosofis dan Ciri Khas Rumah Adat Kalimantan Timur
Rumah adat di Kalimantan Timur memiliki ciri khas utama dalam penggunaan bahan dan material alam.
Kayu sunkai, bambu, dan rotan yang berasal dari hutan Kalimantan menjadi bahan utama dalam pembangunan rumah ini.
Selain itu, rumah adat Kalimantan Timur umumnya berbentuk rumah panggung, hal ini disesuaikan dengan kondisi geografis Kalimantan Timur yang banyak dikelilingi oleh sungai dan tanah gambut.
Bangunannya cukup besar dan memanjang sehingga dapat menampung banyak orang.
Luas ukuran rumah yang besar ini menandakan bahwa masyarakat Dayak hidup dengan penuh kebersamaan dalam satu atap rumah.
Keunikan lain dari rumah adat Kalimantan Timur terletak pada warna dan ukiran yang menarik. Sebagai contoh, rumah adat Lamin memiliki dekorasi rumah dengan motif salur pakis berbagai warna yang menjadi ciri khasnya.
Setiap warna memiliki makna khusus. Warna kuning melambangkan kekayaan dan keagungan, merah sebagai lambang keabadian, putih berarti kesucian dan kesederhanaan, serta hitam digunakan sebagai penolak bala.
Nama Rumah Adat Kalimantan Timur dan Gambarnya
Rumah Adat Lamin
Rumah adat Lamin, yang merupakan rumah tradisional terkenal di Kalimantan Timur, menonjol dengan ukuran yang sangat besar dan memanjang.
Mirip dengan Rumah Adat Sumatera Selatan, rumah adat Lamin dibangun dengan arsitektur rumah panggung. Bahan-bahan alami seperti kayu, bambu, dan ijuk menjadi material utama dalam pembangunannya.
Kayu ulin khas Kalimantan dipilih sebagai bahan utama karena dipercaya dapat membawa keberkahan bagi penghuni rumah dan bertahan lama hingga puluhan tahun.
Keunikan kayu ulin ini adalah semakin keras dan kuat ketika terkena air dan disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Rumah adat Lamin dihuni oleh suku Dayak Kalimantan. Dengan panjang sekitar 300 meter dan lebar 15 meter, rumah ini mampu menampung sekitar 15 sampai 30 kepala keluarga atau bahkan lebih.
Bangunan rumah memiliki tinggi sekitar 10 meter di atas tanah, dengan jarak antara tiang peyangga dan tanah sekitar 3-4 meter.
Keunikan lain dari rumah adat Lamin terletak pada patung-patung atau yang biasa disebut dengan nama totem.
Totem adalah istilah Dayak untuk patung-patung dewa yang dianggap mampu memberikan karunia dan keberkahan bagi masyarakat suku Dayak.
Rumah Lamin memiliki beberapa ruangan, seperti ruang tidur, ruang tamu, dapur, ruang pusaka, dan ruang berdoa.
Jika tetua suku ingin melakukan upacara adat, ruang berdoa yang tersembunyi dan pribadi ini menjadi tempat utamanya.
Rumah Adat Bulungan
Rumah adat Bulungan di Kalimantan Timur menawarkan keunikan tersendiri. Berbeda dengan rumah adat lainnya, rumah Bulungan menampilkan campuran gaya arsitektur kolonial Belanda, Dayak, dan Melayu.
Rumah ini memiliki bentuk yang unik, tidak seperti rumah panggung pada umumnya, melainkan berdiri langsung di atas tanah, seperti halnya Rumah Adat Jawa Tengah.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh penjajahan kolonial Belanda pada zaman dahulu. Rumah Bulungan pernah digunakan sebagai tempat pertemuan pada masa kesultanan Bulungan.
Rumah ini menjadi langka di era modern ini, jarang ada orang yang membangun rumah dengan model ini. Namun, Anda masih bisa menjumpai rumah Bulungan yang asli dan terawat dengan baik di daerah Tanjung Selor.
Rumah Bulungan memiliki ruangan-ruangan seperti kamar tidur, ruang keluarga, dapur, dan ruang pertemuan.
Uniknya, seluruh dinding rumah dihiasi dengan ornamen tumbuhan dan bunga, serta ornamen tanduk pada ujung atap rumah.
Rumah ada Dayak ini juga dipercantik dengan warna cat yang serasi, yaitu putih, kuning, merah, dan hijau.
Setiap warna memiliki makna khusus yang melambangkan jati diri masyarakat Dayak yang menghuni rumah Bulungan:
Putih melambangkan kesucian dan kebersihan jiwa manusia, kuning melambangkan kesetiaan dan kerukunan dalam bermasyarakat, merah melambangkan keberanian dan kegigihan manusia, dan hijau melambangkan sikap adil.
Rumah Adat Paser
Berikutnya, kita akan membahas tentang rumah adat Paser di Kalimantan Timur. Rumah ini umumnya dibangun di tepian sungai Kalimantan dan dirancang dengan gaya rumah panggung untuk menghindari banjir.
Rumah adat Paser adalah tempat tinggal bagi suku Paser di Kalimantan. Bagi suku Paser, sungai dianggap sebagai sumber kehidupan, oleh karena itu, rumah ini dibangun di tepi sungai.
Rumah Paser memiliki ukuran yang cukup besar, dengan panjang 20 meter dan lebar 15 meter. Secara keseluruhan, rumah ini dapat menampung 10 sampai 15 orang, atau 3 sampai 4 kepala keluarga.
Rumah Paser dibangun dengan bahan kayu ulin yang dikenal kuat dan tahan lama. Kayu ulin dipilih karena kekuatannya semakin bertambah ketika terkena air, sehingga rumah ini mampu bertahan lama.
Atap rumah dibuat dari daun nipah atau kulit kayu sungkai yang sudah dikeringkan. Keindahan rumah Paser terletak pada ukiran khas suku Paser yang menghiasi bagian depan rumah.
Ukiran ini merupakan kreativitas suku Paser yang telah ada sejak dulu dan tetap dilestarikan hingga sekarang.
Rumah Adat Suku Wehea
Suku Wehea di Kalimantan dikenal sebagai suku pertama yang membangun rumah adat di tepian sungai. Ada banyak sungai dengan bangunan ini di tepiannya, seperti Sungai Wehea atau Long Msaq Teng dan Sungai Tlan.
Rumah adat suku Wehea, yang dikenal dengan nama rumah Eweang, dibangun sepenuhnya dari bahan kayu. Rumah ini dirancang dengan gaya rumah panggung setinggi 2 meter di atas tanah untuk menghindari banjir.
Keunikan rumah adat Eweang terletak pada tangga rumah yang saling tersambung. Dalam satu komplek rumah, biasanya terdapat 8 sampai 10 rumah yang berjejer dan semua tersambung oleh tangga. Tangga rumah Eweang ini dikenal dengan nama Teljung.
Meski arsitektur rumah ini terlihat modern, bahan baku rumah masih berasal dari alam. Atap rumah sudah menggunakan seng, yang membantu meminimalisir kebocoran saat hujan tiba.
Rumah Adat Betang
Sebagai penutup, kita akan membahas tentang rumah adat Betang, salah satu rumah adat di Kalimantan Timur.
Rumah ini termasuk jenis rumah panggung yang memanjang ke belakang, dengan satu atap utama yang memiliki kemiringan 45 derajat.
Yang terkenal dari rumah betang ini adalah jumlah pilar yang banyak, sekitar 30 buah, dengan panjang mencapai 2-3 meter di atas tanah dan ukuran yang sangat besar.
Secara keseluruhan, rumah betang memiliki panjang sekitar 100 meter dan lebar 50 meter. Rumah Betang dibangun dari kayu ulin yang terkenal keras dan kuat. Atap rumah dibuat dari bahan ijuk dan daun hutan yang dikeringkan.
Meski menggunakan bahan alam, penghuni rumah tidak perlu khawatir tentang kebocoran atap karena pembuatannya yang rapat dan rapi.
Dahulu, rumah ini mampu menampung 50 orang sekaligus, termasuk 30 kepala keluarga dari kakek, nenek, hingga cucu mereka.
Masyarakat setempat percaya bahwa tinggal di bawah satu atap yang sama akan menciptakan ketentraman dan keharmonisan dalam keluarga.
Konsep ini juga menjadi alasan kerukunan dan semangat bermasyarakat suku Dayak. Pembangunan rumah ini juga memiliki filosofi tentang kesejahteraan hidup manusia.
Rumah ini dibangun menghadap ke arah timur dan barat. Bagian depan rumah yang menghadap timur melambangkan kerja keras manusia dalam memulai pekerjaan untuk kebutuhan keluarganya.
Sementara bagian belakang yang menghadap barat melambangkan keteguhan manusia dalam mencari nafkah untuk keluarga, yang tidak berhenti hingga matahari tenggelam.