Rumah adat Jawa Barat merupakan salah satu warisan budaya yang sangat berharga dan menjadi simbol kekayaan sosial serta budaya yang harus kita jaga kelestariannya.
Keberadaan rumah adat ini menandakan bahwa Jawa Barat adalah wilayah yang kaya akan budaya.
Biasanya, rumah adat di Jawa Barat dibangun menggunakan bahan-bahan alami seperti bambu, kayu, dan ijuk.
Setiap rumah adat memiliki ciri khas yang membedakannya, mulai dari desain arsitektur, pemilihan warna, hingga nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.
Ingin tahu lebih lanjut tentang nama-nama rumah adat di Jawa Barat beserta filosofi yang melandasinya? Teruskan membaca hingga tuntas!
Daftar Nama Rumah Adat Jawa Barat dan Penjelasannya
Rumah Adat Kasepuhan Cirebon
Rumah Adat Kasepuhan Cirebon, yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana pada tahun 1529, merupakan salah satu warisan budaya Jawa Barat yang masih terpelihara dengan baik hingga saat ini.
Bangunan rumahnya terbagi menjadi empat area utama: Jinem atau pendopo yang berfungsi sebagai tempat perlindungan sultan, Pringgodani tempat berkumpul dan pemberian mandat kepada para adipati, Prabayasa sebagai ruang penyambutan tamu istimewa, serta ruang kerja dan istirahat sultan.
Kecemerlangan dan kemewahan rumah adat ini mencerminkan keagungan dan kebesaran kerajaan yang membangunnya.
Togok Anjing
Selanjutnya, ada Togok Anjing, rumah adat yang kerap ada di Garut, Jawa Barat. Nama ‘Togok Anjing’ berasal dari kata ‘togok’ yang berarti duduk, menggambarkan posisi duduk seekor anjing.
Rumah ini memiliki desain yang mirip dengan gazebo khas Jawa Barat.
Keunikan rumah adat ini terletak pada penyangganya yang tidak menggunakan tiang, melainkan soronday, dan atapnya yang terdiri dari dua bidang berukuran berbeda dengan batas yang jelas pada garis batang suhunan, berfungsi sebagai pelindung dari sinar matahari dan hujan untuk area depan rumah.
Imah Badak Heuay
Imah Badak Heuay, yang berarti ‘badak yang sedang menguap’, adalah rumah adat dengan atap yang unik menyerupai bentuk badak yang menguap.
Rumah ini banyak ada di pedesaan Sukabumi yang hijau dan alami. Arsitekturnya memiliki kesamaan dengan rumah adat Togok Anjing, namun yang membedakan adalah bentuk atapnya.
Rumah ini dibangun dengan konsep panggung menggunakan bahan-bahan alami seperti bambu dan kayu, mencerminkan keharmonisan dengan alam.
Imah Jolopong
Imah Jolopong, yang berarti ‘tergolek lurus’, merupakan rumah adat banyak terdapat di seluruh Jawa Barat, khususnya di Kecamatan Tomo, Sumedang.
Rumah ini memiliki atap yang dirancang sederhana untuk memudahkan pembuatan dan mengurangi kebutuhan material.
Atapnya terbagi menjadi dua bagian yang masing-masing ujungnya membentuk segitiga sama kaki.
Di bawah bangunan terdapat kolong yang berguna sebagai tempat penyimpanan alat pertanian dan hunian hewan. Di dalamnya, terdapat ruang tengah, kamar tidur, dapur, dan teras di bagian depan.
Imah Perahu Kumureb
Imah Perahu Kumureb, yang berarti ‘perahu tengkurap’, memiliki atap yang unik menyerupai perahu terbalik.
Rumah adat ini banyak ada di Kampung Adat Kuta, Ciamis, dan memiliki arsitektur yang terdiri dari empat bagian utama.
Bagian depannya berbentuk trapesium dan bagian belakangnya berbentuk segitiga sama sisi.
Rumah ini populer karena terbuat dari kayu dengan atap ijuk, dan memiliki tangga rendah yang sesuai dengan rumah panggung, yang merupakan adaptasi terhadap curah hujan tinggi di Jawa Barat.
Imah Julang Ngapak
Imah Julang Ngapak, yang berarti ‘burung yang sedang mengepakkan sayap’, adalah rumah adat yang sering banyak ada di Tasikmalaya.
Rumah tradisional sunda ini memiliki atap dengan dua sisi yang melebar dan puncak berbentuk ‘V’, memberikan kesan seolah-olah burung tersebut sedang terbang.
Untuk memasuki rumah, pengunjung akan melewati tangga yang terbuat dari bambu atau kayu, biasanya terdiri dari tiga anak tangga.
Atapnya terbuat dari bahan alami seperti ijuk atau daun rumbia, sementara struktur utamanya menggunakan bambu.
Capit Gunting
Capit Gunting adalah rumah adat Sunda yang tertua dan masih bisa ditemukan di Tasikmalaya. Disebut Capit Gunting karena atapnya yang berbentuk ‘X’ atau mirip gunting.
Atap rumah ini tinggi dan biasanya terbuat dari dedaunan kering untuk menjaga suhu ruangan tetap sejuk. Rumah adat ini juga bisa dilihat di beberapa tempat wisata di Jawa Barat.
Jubleg Nangkub, dengan atap bertingkat dan dinding bambu, merupakan simbol keramahan dan kesederhanaan masyarakat Sunda.
Desainnya juga mencerminkan kesuburan dan keindahan tanah Sunda. Rumah ini banyak ada di daerah Sumedang dan daerah lain yang masih mempertahankan tradisi.
Buka Pongpok
Buka Pongpok adalah rumah adat khas Jawa Barat dengan desain yang lebih sederhana. Disebut demikian karena pintu masuknya sejajar dengan salah satu ujung atap.
Dari depan, rumah ini hanya menampilkan fasad dan atap, dengan sisi atap yang miring mendatar dan bagian atas berbentuk segitiga.
Fondasi rumah ini terbuat dari kayu dengan dinding anyaman bambu, sesuai dengan kebiasaan rumah adat Sunda.
Saung Ranggon
Saung Ranggon adalah warisan arsitektur Jawa Barat yang diciptakan oleh keturunan kerajaan Yogyakarta, Pangeran Rangga, pada abad ke-16.
Dengan ketinggian 3-4 meter dari permukaan tanah, struktur ini dirancang untuk melindungi penghuninya dari serangan hewan liar.
Di bawah bangunan ini terdapat sumur yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka.
Rumah adat ini umumnya menghadap ke arah selatan dan terdapat tujuh anak tangga. Pada masa lalu, Saung Ranggon berperan sebagai tempat persembunyian dari pengejaran kolonial Belanda.
Sekarang, ia bertransformasi menjadi tempat yang sakral untuk menyimpan pusaka. Desa Cikedongan di Kecamatan Cikarang adalah salah satu lokasi di mana tradisi memelihara Saung Ranggon masih terjaga hingga hari ini.
Keunikan Rumah Adat khas Sunda
Rumah adat Sunda, seperti halnya rumah tradisional di Indonesia, memiliki karakteristik unik yang membedakannya.
Ciri khas rumah adat Sunda terletak pada desainnya sebagai rumah panggung yang tidak terlalu tinggi, biasanya hanya sekitar 0,5 hingga 1 meter dari permukaan tanah, meskipun ada beberapa yang mencapai ketinggian 1,5 meter.
Tidak banyak rumah adat Sunda yang berusia ratusan tahun, namun arsitekturnya menonjolkan fungsi, kesederhanaan, dan keindahan dalam keseragaman, terutama pada detail kayu penyangga dan dindingnya.
Masyarakat Sunda mempunyai budaya untuk menamai hunian mereka menggunakan nama-nama hewan atau objek yang sering ada di sekitar, supaya lebih mudah diingat dan dikenali.
Rumah adat Sunda juga mengusung filosofi mendalam; rumah panggung melambangkan penghormatan terhadap almarhum dan leluhur, dengan tidak menempel langsung ke tanah, sebagai bentuk penghormatan.
Ciri Khas Rumah Adat Sunda
Rumah adat Sunda dikenal dengan arsitektur tradisionalnya yang detail dan menggunakan bahan-bahan alami, menciptakan kesan kesederhanaan yang harmonis dengan alam.
Ini menjadikan rumah adat Sunda cocok sebagai model rumah hijau di perkotaan, yang kini mulai mengadopsi elemen-elemen post-modern seperti bambu, kayu, batu, dan daun untuk atapnya.
Keunikan ini tidak hanya menarik bagi masyarakat setempat tetapi juga bagi para wisatawan.
Posisi atau Tata Letak Bangunan
Tata letak bangunan Sunda dipengaruhi oleh filosofi yang menganggap arah matahari sebagai penentu posisi yang baik, sejalan dengan arah kiblat yang mengarah ke matahari terbenam.
Oleh karena itu, rumah-rumah tidak boleh menghadap ke arah lain selain barat dan timur, dan pembangunan rumah baru harus mengikuti posisi rumah yang sudah ada.
Sehingga menciptakan tampilan kampung atau daerah yang teratur dan rapi.
Pondasi Rumah Adat Sunda
Rumah adat Sunda umumnya memiliki pondasi yang menjadi ciri khasnya, berupa rumah panggung dengan ketinggian 0,5 – 1 meter dari permukaan tanah, yang berfungsi sebagai langkah pencegahan terhadap banjir atau gempa bumi.
Kolong rumah biasanya untuk menyimpan peralatan pertanian dan kayu bakar, serta sebagai tempat untuk memelihara ternak seperti ayam, entok, dan bebek.
Lantai Rumah Adat Sunda
Rumah adat Sunda terkenal dengan arsitektur uniknya yang menggunakan bambu terbelah untuk lantai, yang tidak hanya memberikan keindahan alami tetapi juga berfungsi sebagai ventilasi udara.
Dinding rumah dibuat dari anyaman bambu yang dikenal sebagai bilik, memiliki lubang-lubang kecil yang memungkinkan sirkulasi udara sehingga menjaga rumah tetap sejuk.
Bambu juga digunakan untuk daun jendela dan pintu, menambah estetika tradisional pada rumah.
Plafon Rumah Adat Sunda
Plafon rumah dibuat dari susunan bambu dengan rangka atap yang lebih besar, seringkali digunakan untuk menyimpan barang-barang.
Atap rumah, yang mirip dengan pelana, biasanya terbuat dari dedaunan alami, menambah kesan asri dan menyatu dengan alam.
Struktur Bangunan Rumah Adat Sunda
Rumah adat Sunda memiliki tiga struktur bangunan utama: Hareup, Tengah Imah, dan Tukang. Hareup adalah ruang depan yang berfungsi sebagai teras dan tempat menerima tamu laki-laki.
Tengah Imah adalah ruang tengah dengan sekat bilik yang menjadi tempat istirahat dan berkumpul keluarga.
Tukang adalah dapur, yang secara tradisional dianggap wilayah kaum wanita dan tabu bagi laki-laki kecuali dalam keadaan darurat.
Selain itu, terdapat bangunan khusus yang menyerupai leuit atau lumbung padi di samping rumah, digunakan untuk menyimpan hasil panen padi.