Rumah adat Gorontalo adalah salah satu wujud budaya yang kuat dan penuh makna religius.
Sejarah dan peradaban Islam yang kental di masa lampau menjadikan rumah adat sebagai salah satu peninggalan terbesar dari budaya Gorontalo.
Masyarakat Kabupaten Gorontalo menyebut rumah adat mereka dengan istilah ‘Banthayo Poboide’. Bangunan ini merupakan representasi dari rumah kediaman raja-raja terdahulu.
Selain berfungsi sebagai tempat pagelaran budaya dan musyawarah adat, Banthayo Poboide juga menjadi galeri budaya masyarakat Gorontalo.
Nama Rumah Adat Gorontalo dan Gambarnya
Secara keseluruhan Gorontalo, punya empat rumah adat yang menjadi ciri khas Gorontalo.
Nama-namanya yaitu rumah adat Bandayo Poboide yang berada di Limboto, rumah adat Ma’lihe atau Potiwaluya dan yang terakhir rumah adat Gobel yang berada di Bone Bolango. Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Rumah Adat Dulohupa
Dulohupa memiliki arti ‘mufakat’ dalam bahasa Gorontalo. Sesuai dengan namanya, rumah adat ini digunakan untuk musyawarah dan mencapai kesepakatan.
Dulohupa juga berfungsi sebagai pengadilan untuk memutuskan perkara-perkara pada masa pemerintahan kerajaan Gorontalo di masa silam.
Di tempat ini, terdapat tiga jenis hukum yang diterapkan:
- Buwatulo Bala: Hukum pertahanan atau keamanan yang digunakan untuk mengadili para prajurit.
- Buwatulo Syara: Hukum agama Islam.
- Buwatulo Adati: Hukum adat.
Saat ini, rumah adat Dulohupa digunakan untuk menggelar upacara adat, seperti pernikahan, pagelaran budaya, dan berbagai acara adat lainnya di Gorontalo.
Seperti rumah adat Sulawesi lainnya, rumah dulohupa ini berbentuk rumah panggung, terbuat dari papan, dan dihiasi dengan ornamen khas Gorontalo.
Dukungan utamanya adalah dua pilar bernama Wolihi, enam pilar di bagian depan, dan tiga puluh dua pilar dasar yang disebut potu.
Tangga berada di samping kanan dan kiri rumah, melambangkan tangga adat yang disebut tolitihu. Atap rumah terbuat dari jerami terbaik yang dianyam.
Bentuk atapnya menyerupai pelana dengan dua segitiga yang melambangkan syariat dan adat masyarakat Gorontalo.
Atap yang lebih tinggi menandakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sementara atap yang lebih rendah menggambarkan kepercayaan terhadap adat istiadat.
Bagian lain dari rumah, seperti lantai, dinding, pagar, dan tangga, terbuat dari papan kayu. Di dalam rumah hanya ada satu ruangan besar tanpa pembagian ruangan lainnya.
Terdapat juga anjungan yang digunakan sebagai tempat peristirahatan raja dan keluarga kerajaan pada masa silam.
Rumah adat Dulohupa yang masih terjaga dapat Anda temui di Kelurahan Limba, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.
Rumah Adat Bantayo Poboide
Selanjutnya ada rumah adat bantayo yang memiliki arti “gedung” atau “bangunan,” sedangkan Poboide berarti “tempat bermusyawarah.” Jadi, jika digabungkan, Bantayo Poboide berarti gedung tempat bermusyawarah.
Fungsi rumah adat Bantayo hampir serupa dengan Dulohupa, namun di sini tidak digunakan untuk mengadili perkara.
Rumah ini khusus digunakan untuk berbagai upacara adat, penerimaan tamu kenegaraan, upacara pernikahan, dan berbagai acara adat lainnya.
Secara keseluruhan, rumah ini terbuat dari kayu. Jenis kayu yang digunakan meliputi kayu hitam dan kayu cokelat kemerahan:
Kayu Hitam: Digunakan untuk kusen, pegangan tangga, pagar balkon, dan ukiran pada ventilasi.
Kayu Cokelat Kemerahan: Digunakan untuk bagian dinding, pintu, jendela, dan lantai rumah.
Rumah adat Bantayo memiliki banyak sekat di bagian dalamnya, terbagi menjadi empat bagian:
- Ruang Tamu: Memanjang dengan kamar di tiap ujung kanan dan kiri.
- Ruang Tengah: Ruangan terluas di rumah ini, dengan dua kamar di sisi kiri.
- Ruang Dalam: Serupa dengan ruang tamu, namun memiliki pintu yang menuju ke serambi samping.
- Ruang Belakang: Tempat dapur dan kamar mandi, berderet memanjang.
Saat ini rumah adat Bantayo yang masih terjaga dapat Anda temukan di depan rumah dinas Bupati Gorontalo.
Rumah Adat Ma’lihe
Rumah adat Ma’lihe, juga dikenal sebagai rumah adat Potiwoluya, merupakan tempat tinggal tradisional masyarakat Gorontalo.
Bentuk rumahnya berupa rumah panggung dengan bentuk bujur sangkar. Atapnya berbentuk persegi panjang dan terbuat dari daun rumbia, sedangkan dindingnya menggunakan anyaman bambu.
Rumah Ma’lihe memiliki beberapa bagian:
- Serambi: Bagian depan rumah yang berfungsi sebagai area penyambutan dan pertemuan.
- Ruang Tamu: Tempat untuk berinteraksi dengan tamu dan anggota keluarga.
- Kamar Tidur: Pada awal pembangunan, rumah hanya memiliki tiga kamar tidur. Penambahan kamar baru boleh dilakukan setelah rumah ditinggali.
- Dapur: Tempat memasak dan menyimpan bahan makanan.
Khusus untuk penempatan kamar, kamar anak laki-laki berada di bagian depan, sementara kamar anak perempuan berada di bagian belakang rumah.
Rumah adat Ma’lihe memperlihatkan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya masyarakat Gorontalo.
Rumah Adat Gobel
Meskipun tidak sepopuler rumah adat lainnya, memiliki sejarah dan keunikan tersendiri di Gorontalo. Bangunan ini hanya ada dalam jumlah terbatas di wilayah tersebut.
Salah satu contoh yang masih berfungsi adalah rumah Gobel di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.
Rumah adat Gobel awalnya digunakan sebagai tempat tinggal oleh keluarga kerajaan Gobel pada masa silam.
Oleh karena itu, struktur ruangannya menyerupai rumah pada umumnya. Konsep rumah panggung juga diterapkan dalam arsitektur rumah ini.
Namun, saat ini rumah adat Gobel tidak lagi digunakan sebagai tempat tinggal. Fungsinya telah berubah menjadi tempat pertemuan dan balai musyawarah bagi masyarakat setempat.
Pemerintah Gorontalo juga memanfaatkan bangunan tradisional ini untuk kegiatan resmi guna melestarikan warisan budaya khas Gorontalo.