Bengkulu, selain dikenal karena nilai sejarahnya, juga memiliki kekayaan budaya yang menarik. Salah satu aspek budaya yang dapat dilihat secara langsung adalah keindahan rumah adat yang ada di Bengkulu.
Rumah-rumah adat ini memiliki nilai penting sebagai warisan budaya Indonesia. Berikut adalah beberapa rumah adat khas Bengkulu yang menjadi ciri khas budaya bangsa.
Rumah Adat Bubungan Lima
Nama rumah adat Bengkulu yang paling terkenal yaitu rumah bubungan lima. Masyarakat Bengkulu juga memiliki berbagai julukan lain untuk rumah adat ini, seperti Bubungan Haji, Bubungan Jembatan, dan Bubungan Limas.
Rumah ini memiliki penampilan yang mirip rumah panggung, didukung oleh beberapa tiang. Desainnya dibuat khusus untuk tahan gempa, dengan material utama berupa kayu.
Struktur bangunan rumah adat Bubungan Lima ini sebagian besar menggunakan material kayu, seperti kayu kemuning dan kayu medang.
Struktur rumah dibagi menjadi beberapa bagian, dengan setiap ruangan memiliki fungsi masing-masing.
Atap rumah Bubungan Lima ini awalnya menggunakan bahan alami seperti ijuk pohon enau atau atap dari sirap.
Namun, kini bahan ijuk sudah jarang digunakan. Saat ini, atap rumah banyak menggunakan seng atau genting. Atap berbentuk limas ini memiliki ketinggian sekitar 3,5 meter.
Ciri Khas Rumah Adat Bubungan Lima Bengkulu
Rumah adat Bubungan Lima memang memiliki ciri khas utama pada bagian atapnya yang terlihat seperti bertumpuk-tumpuk.
Namun, sebenarnya rumah adat ini memiliki banyak karakteristik lain yang membuatnya semakin unik. Berikut adalah beberapa ciri khas dari Bubungan Lima:
1. Atap Berbentuk Limas
Atap merupakan bagian penting dalam rumah Bubungan Lima. Nama rumah adat ini sebenarnya berasal dari bentuk atapnya yang menyerupai limas.
Pada zaman dulu, atap Bubungan Lima dibuat dari ijuk pohon, namun seiring perkembangan waktu, bahan yang digunakan telah berubah menjadi seng.
Terdapat beberapa bentuk atap dari rumah adat Bubungan Lima, seperti bubungan melintang, bubungan sembilan, dan bubungan panjang. Ukuran atap disesuaikan dengan ukuran rumah adat.
2. Banyak Tiang (Pilar)
Selain atap, rumah tradisional Bengkulu punya banyak pilar atau tiang yang menopang struktur rumah.
Tiap rumah ada sekitar 15 tiang sepanjang 1,8 meter. Adanya banyak tiang ini membuat pondasi rumah semakin kuat serta tahan terhadap gempa.
3. Anak Tangga Ganjil
Keunikan lain dari Bubungan Lima adalah jumlah anak tangga yang selalu ganjil.
Orang yang akan masuk ke dalam rumah harus menaiki setiap anak tangga yang berjumlah ganjil, sesuai dengan kepercayaan masyarakat setempat.
4. Simbol Buraq
Di pintu utama Bubungan Lima biasanya terdapat hiasan berupa gambar buraq, yang bermakna keteguhan hati masyarakat Bengkulu sesuai dengan ajaran agama Islam.
Rumah ini dibangun dengan menggunakan material kayu yang kokoh dan tahan lama, terutama kayu medan kemuning.
Uniknya, rumah adat ini tidak menggunakan paku, melainkan sistem pasak kayu untuk menghubungkan bagian-bagian rumah.
5. Tempat Pelaksanaan Ritual Adat
Bubungan Lima berfungsi sebagai tempat untuk mengadakan berbagai ritual adat, seperti penyambutan tamu, pernikahan, kelahiran, dan kematian.
Di bagian bawah rumah terdapat kolong yang biasanya digunakan untuk menyimpan peralatan pertanian, kayu bakar, dan hasil panen.
Bagian Rumah Adat Bubungan Lima
Rumah adat Bubungan Lima dari Bengkulu memiliki struktur yang terbagi menjadi tiga bagian utama: bagian atas, tengah, dan bawah.
Setiap bagian memiliki karakteristik dan fungsi yang khas. Berikut adalah penjelasan lebih lengkap mengenai bagian-bagian ruang dalam Bubungan Lima:
1. Bagian Atas
Bagian atas rumah adat terdiri dari atap dan bubungan yang biasanya terbuat dari seng atau ijuk. Biasanya bagian ini sering dijadikan loteng untuk menyimpan benda-benda pusaka yang disakralkan atau yang dianggap penting.
2. Bagian Tengah
Bagian tengah Bubungan Lima terdiri dari beberapa ruangan dengan istilah khusus
Berendo: Berfungsi sebagai tempat menerima tamu yang belum dikenal, sering digunakan untuk pertemuan singkat atau bermain anak-anak.
Hall: Digunakan untuk menyambut tamu yang sudah dikenal, juga sering dipakai untuk acara meminang dalam pernikahan.
Bilik Gedang: Kamar tidur utama, juga digunakan oleh anak-anak kecil bersama orang tua.
Bilik Gadis: Ruangan khusus untuk anak perempuan, tempat beristirahat yang aman dan terawasi oleh orang tua.
Ruang Tengah: Digunakan untuk beristirahat para tamu perempuan, termasuk anak gadis dan ibu-ibu. Terkadang juga digunakan oleh anak bujang pemilik rumah.
Ruangan Lain: Termasuk ruang makan, garang (tempat penyimpanan air), dapur, dan berendo belakang.
3. Bagian Bawah
Bagian bawah rumah Bubungan Lima memiliki tiang-tiang kayu sebagai penopang.
Tiang-tiang ini memiliki ornamen ukiran dan motif yang unik, seperti pohon ru, pohon hayat, bunga melati, pucuk rebung, kembang empat, bunga rafflesia, dan matahari.
Rumah adat Bubungan Lima di Bengkulu bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga memiliki makna filosofis yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan sekitar.
Keindahan dan kekayaan budayanya menjadikan rumah adat ini istimewa bagi masyarakat Bengkulu.
Nama Rumah Adat Bengkulu Lainnya
Rumah Adat Suku Rejang
Selain bubungan lima rumah adat Bengkulu lainnya yang bisa menjadi tambahan wawasanmu yaitu rumah Umeak Potong Jang huniak milik dari suku Rejang.
Meski rumah ini dianggap telah punah, masih ada warga yang melestarikan rumah adat ini, yang bisa Anda temui di Kabupaten Rejang Lebong.
Rumah adat suku Rejang ini berbentuk panggung, dengan material utama berupa kayu. Bentuk rumahnya umumnya persegi panjang, dengan setiap ruangan memiliki fungsi khusus untuk berbagai kegiatan.
Sekarang ini, rumah adat asli suku Rejang Lebong sebenarnya sudah tidak ada lagi.
Rumah adat suku Rejang Lebong yang ada saat ini telah dipengaruhi oleh desain dari suku yang berada di Kabupaten Ogan Kemiring Ulu. Bumbungan rumah asli memiliki bentuk melintang, bukan membujur.
Rumah Adat Suku Enggano
Rumah adat suku Enggano, yang berlokasi di Pulau Enggano, Bengkulu, adalah tempat tinggal bagi berbagai suku, termasuk Kauno, Kaahua, Kaharuba, dan Karuhi.
Selain sebagai tempat tinggal, rumah adat suku Enggano ini sering digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara adat.
Rumah adat ini dikenal dengan nama Yubuaho. Dibangun dengan bentuk panggung bertingkat dua dan berbentuk persegi delapan. Rumah ini biasanya ditempatkan di pegunungan, dengan tujuan untuk memantau musuh.
Rumah Yubuaho memiliki dua lantai, tetapi hanya lantai atas yang didesain dengan dinding.
Sementara itu, lantai bawah tidak memiliki dinding. Selain rumah berbentuk persegi delapan, ada juga rumah adat suku Enggano yang berbentuk lingkaran.
Rumah Adat Mukomuko
Sayangnya, rumah adat Kabupaten Mukomuko kini sudah tidak ada lagi. Rumah terakhir yang tersisa telah lenyap, dan lokasinya kini telah berubah menjadi sebuah bundaran.
Kehilangan rumah adat ini sangat disayangkan oleh masyarakat, karena rumah tersebut merupakan ikon kebanggaan Kabupaten Muko-Muko.
Rumah adat Kabupaten Muko-muko, yang juga dikenal sebagai rumah adat Putri Beni Alam, adalah rumah panggung yang sebagian besar terbuat dari kayu.
Atap rumah ini memiliki kemiripan dengan rumah adat Sumatera Barat, dengan bagian yang tampak meruncing.
Pemerintah telah merencanakan untuk membangun kembali rumah adat ini sesuai dengan desain aslinya, dengan anggaran sekitar 2-3 miliar.
Semoga rencana ini dapat terealisasi, sehingga rumah adat Putri Beni Alam dapat kembali berdiri sebagai simbol kekayaan budaya di Kabupaten Mukomuko.
Rumah adat ini merupakan bagian dari warisan budaya bangsa Indonesia yang harus kita jaga dan lestarikan. Kita tidak boleh membiarkan rumah-rumah adat ini hilang ditelan zaman karena kurangnya perhatian.
Kehilangan rumah adat berarti kehilangan warisan budaya berharga yang menjadi identitas suatu suku bangsa.
Hal ini juga berlaku untuk rumah adat Bengkulu, yang memiliki peran penting dalam memperkaya khazanah budaya bangsa kita.
Arsitektur rumah adat ini tidak kalah indah dengan bangunan-bangunan dari negara lain yang telah lebih dulu terkenal.