Rumah Adat Baduy Banten

Warga yang main ke kawasan Desa Adat Baduy tentu bakal melihat rumah masyarakat Suku Baduy yang seragam. Rumah adat Banten yang berupa rumah panggung ini didominasi dengan kayu, bambu serta atap ijuk atau rumbia.

Hal ini dapat terlihat saat memasuki perkampungan Ciboleger, gerbang utama untuk menuju ke kawasan Desa Adat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Sama seperti rumah adat jawa barat, rumah adat Banten juga memiliki ciri khas dan filosofis tersendiri. Untuk penjelasan selengkapnya simak dalam artikel tentan rumah adat baduy berikut ini.

Sekilas Tentang Rumah Adat Banten

rumah adat sulah nyanda

Nama rumah adat Banten adalah rumah sulah nyanda yang kebanyakan dihuni oleh Suku Baduy. Namanya terinspirasi dari bentuk atap dari bangunan rumah tersebut.

Nyandah sendiri artinya adalah posisi perempuan yang baru saja melalui proses persalinan, di mana posisinya tidak tegak lurus dan bersandarkan.

Rumah adat Banten memiliki bentuk yang sederhana. Selain digunakan sebagai tempat tinggal pada zaman dulu, rumah Baduy masih berfungsi hingga saat ini bagi suku Baduy atau orang Kanekes.

Meskipun provinsi Banten tergolong baru, peradaban masyarakatnya telah terbentuk jauh sebelum provinsi ini resmi didirikan. Salah satu contohnya adalah desain rumah adat Banten.

Rumah Baduy berbentuk panggung dan menggunakan bahan-bahan alami. Di antaranya, pelupuh atau bambu yang dibelah-belah.

Bagian lain dari rumah ini terbuat dari kerangka bambu, kayu jati, kayu nangka, dan batang pohon kelapa. Dindingnya bisa terbuat dari gedeg, papan, atau tembok.

Atap rumah adat Banten terbuat dari anyaman daun nyiur atau ilalang. Selain itu, rumah ini memiliki penyangga khusus berbentuk balok dengan ujung meruncing, mirip alat penumbuk beras.

Pemilihan batu sebagai tiang penyangga juga menarik. Batu-batu ini biasanya diambil dari kali atau sungai untuk mencegah tiang rumah cepat lapuk.

Ciri Khas dan Keunikan Rumah Adat Banten

ciri khas rumah adat baduy banten

Dibangun Menghadap Arah Mata Angin

Pembangunan rumah adat baduy mengharuskan untuk menghadap utara-selatan. Beberapa rumah di perkampungan Baduy biasanya diberi tanda dari bambu dan ijuk dengan bentuk lingkaran atau tanduk di bagian atas atap.

Tanda-tanda ini memiliki arti khusus:

1. Tanda Lingkaran: Penghuni rumah dengan tanda lingkaran belum pernah melanggar larangan adat dan simbol ini mengandung makna ketentraman.

2. Tanda Tanduk: Jika rumah memiliki tanda berupa tanduk, itu menandakan penghuninya pernah berurusan dengan peradilan adat atau melanggar larangan adat.

Semua rumah adat Baduy berbentuk panggung karena kondisi lingkungan setempat yang sering basah dan lembab.

Memanfaatkan Bahan Alam

Warga Baduy memegang teguh 1001 tabu yang diyakini hingga kini, termasuk dalam proses membangun rumah.

Pengamat budaya Baduy, Uday Suhada, menjelaskan, “Mereka sangat patuh pada aturan adat. Dalam hal pembangunan rumah, mereka memperhatikan berbagai aturan, seperti kapan rumah akan dibangun, material apa yang boleh dan tidak boleh digunakan, serta arah bagian depan rumah yang memiliki tabu tertentu.”

Mengutip buku “Potret Kehidupan Masyarakat Baduy” karya Djoewisno, rumah adat Baduy dibangun hanya dengan menggunakan material yang berasal dari hutan.

Material-material tersebut meliputi kayu, bambu, ijuk, rotan, dan daun rumbia. Warga Baduy dilarang menggunakan paku besi untuk memperkokoh rumah.

Sebagai alternatif, mereka menggunakan tali dari kulit atau akar pohon, serta pasak kayu. Rumah adat ini juga tidak boleh dicat atau diberi variasi, agar tetap terjaga kealamiannya.

Meskipun menggunakan material yang sederhana, rumah adat Baduy mampu bertahan hingga ratusan tahun.

Keberhasilan ini disebabkan oleh kualitas baik dari bahan yang digunakan dan pemilihan waktu yang tepat dalam mengambil material.

Dalam membangun rumah, warga Baduy tidak mencangkul tanah untuk meratakan, melainkan bentuk rumah mengikuti kontur tanah. Hal ini dilakukan karena aturan adat melarang merusak alam.

Tidak Punya Jendela

Ukuran rata-rata rumah Baduy sekitar 9×12 meter, hanya memiliki satu pintu, dan tanpa jendela.

Lubang di lantai rumah suku Baduy berfungsi sebagai sirkulasi udara. Karena rumah adat suku Baduy tidak memiliki jendela, lubang-lubang ini memungkinkan udara segar masuk dan mengalir melalui rumah.

Tujuan tidak adanya jendela yaitu untuk mendorong penghuninya supaya keluar dan bersosial dengan warga sekitarnya.

Tapi, seiring berjalannya waktu, beberapa rumah adat baduy ada yang memasang jendela.

Pembagian Ruang Rumah Adat Baduy Banten

pembagian ruang rumah adat banten

Pembagian ruangan dalam tempat tinggal tentunya memudahkan pemilik rumah untuk mengorganisasikan rumah mereka.

Suku Baduy memiliki pembagian ruangan khas yang terdiri dari tiga bagian penting: sosoro, tepas, dan ipah. Berikut penjelasannya:

1. Sosoro

Sosoro, yang dalam bahasa Sunda berarti teras atau serambi, biasanya digunakan sebagai tempat menerima tamu, bermain anak-anak, dan bercengkerama dengan keluarga atau tetangga. Letaknya berada di bagian selatan rumah.

Tamu tidak diperkenankan masuk ke dalam rumah, sehingga sosoro menjadi tempat pertemuan dengan tamu.

Selain itu, sosoro juga berfunsi untuk tempat bersantai serta kegiatan menenun bagi perempuan. Bagian depan ini memiliki bentuk melebar ke samping dan dilengkapi dengan lubang di lantainya.

2. Tepas

Tepas terletak di samping rumah dan memanjang ke belakang. Ruangan ini sering difungsikan sebagai ruang keluarga. Tepas juga berhubungan dengan sosoro dan membentuk huruf L.

Di tepas, anggota keluarga berkumpul dan berinteraksi.

3. Ipah

Bagian ipah berada di bagian paling belakang rumah. Fungsinya adalah untuk menyimpan bahan makanan dan tempat memasak.

Ruangan ipah sangat multifungsi, bisa berfungsi sebagai dapur dan juga tempat tidur anggota keluarga.

Selain ketiga bagian di atas, suku Baduy juga memiliki bagian unik yang disebut Leuit. Leuit sengaja dibuat terpisah dari rumah dan digunakan sebagai lumbung padi serta tempat menyimpan hasil panen.

Dengan demikian, jika terjadi bencana alam atau musibah yang melibatkan rumah, penduduk masih memiliki persediaan makanan.

Filosofi Rumah Adat Baduy

 

sketsa rumah adat banten
sketsa rumah adat banten

Rumah adat Suku Baduy memiliki filosofi yang dalam dan mengandung makna khusus. Berikut adalah beberapa aspek filosofi yang terkait dengan desain rumah adat ini:

1. Keharmonisan dengan Alam

Masyarakat Suku Baduy meyakini bahwa rumah bukan sekadar tempat berteduh, melainkan juga sebagai lambang kepribadian seseorang.

Oleh karena itu, pembuatannya harus sesuai dengan aturan adat. Rumah adat Baduy menerapkan filosofi bahwa manusia adalah bagian dari alam dan hidup bersama dengan alam.

2. Simbolisme Simplicity

Rumah adat Baduy dibangun dengan konstruksi sederhana menggunakan bahan-bahan alami seperti bambu, kayu, dan jerami.

Meskipun terlihat sederhana, rumah ini tetap kuat dan dapat bertahan dalam berbagai kondisi alam. Simplicity dalam desain mengandung makna tentang kesederhanaan hidup dan keterhubungan dengan alam¹.

3. Persatuan dan Kebersamaan

Tata letak rumah adat Baduy memiliki ciri khas. Rumah-rumah ini tersusun dalam kelompok-kelompok berbentuk lingkaran.

Di tengah rongga terdapat tempat ibadah suku Baduy. Tata letak ini melambangkan persatuan, kebersamaan, dan saling menghormati antar anggota suku Baduy.

Rumah adat Suku Baduy bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga mengandung nilai-nilai budaya, identitas, dan kearifan lokal yang terus dilestarikan hingga saat ini.

Proses Pembangunan Rumah Adat Baduy

Suku Baduy memiliki beberapa upacara adat yang terkait dengan pembangunan rumah dan menjaga tradisi mereka. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Upacara Seba

Upacara ini rutin dilaksanakan setiap tahun dan melibatkan prosesi silaturahmi antara masyarakat Suku Baduy dengan pemerintah setempat.

Biasanya upaca seba akan dilakukan di dua tempat, yaitu di Pendopo Kabupaten Lebak serta di Kota Serang sebagai pusat Provinsi Banten.

2. Ritual Kawalu

Ritual Kawalu merupakan upacara adat yang dilakukan sebelum upacara Seba. Tahapannya meliputi upacara Ngalanjakan, upacara Kawalu, upacara Ngalaksa, dan upacara Seba.

Ritual ini merupakan bagian dari cara mereka menjaga pikukuh karuhun, yaitu doktrin yang mewajibkan berbagai tindakan sesuai dengan amanat leluhur³.

Upacara-upacara ini memperkuat ikatan budaya dan spiritual Suku Baduy serta memastikan kelangsungan tradisi mereka.