Rumah adat di Papua tak hanya Rumah Honai saja, loh, melainkan ada juga yang namanya Rumah Ebei.
Seperti Honai, rumah adat Suku Dani ini sangat sederhana namun terdapat banyak keunikan di balik kesederhanaannya.
Penasaran uniknya seperti apa dan ada hal menarik apa lagi dari rumah adat Papua yang bernama Ebei ini? Yuk simak informasi lengkapnya berikut ini.
Sejarah tentang Rumah Ebei
Rumah Ebei adalah rumah adat yang berasal dari Papua yang fungsi dan bentuknya sama dengan Rumah Honai.
Pada dasarnya, Rumah Ebei Papua ini adalah Rumah Honai yang sama-sama terbuat dari bambu, kayu, dan jerami kering.
Perbedaan rumah honai dan ebei terletak pada penghuni rumahnya. Rumah ebei dihuni oleh kaum perempuan dewasa dan anak-anak saja. Akan tetapi laki-laki yang belum beranjak dewasa masih boleh menghuni rumah ini.
Saat laki-laki penghuni rumah ini sudah beranjak dewasa, mereka wajib berpindah tempat tinggal ke Honai.
Penamaan Ebei sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa lokal, yaitu ebe dan ai. Kata ebe berarti tubuh, sedangkan ai artinya perempuan.
Artinya, Ebei adalah perempuan sebagai simbol tubuh kehidupan. Dari rahim perempuanlah akan lahir generasi keturunan yang kelak akan menjadi penerus sebuah keluarga.
Ebei ini juga menjadi hunian para perempuan dewasa yang siap menikah. Jadi, penghuni rumah adat turunan Honai ini sangat beragam.
Mulai dari anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki, perempuan dewasa, dan perempuan yang siap menikah.
Fungsi Rumah Ebei
Mengutip dari laman Wikipedia, terdapat beberapa macam fungsi Rumah Ebei, dan berikut informasi detailnya.
Tempat Tinggal
Fungsi yang pertama dan yang paling utama adalah sebagai tempat tinggal. Ada beberapa golongan saja yang boleh menghuni rumah ini, di antaranya:
- Anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan
- Perempuan dewasa
- Perempuan yang sudah beranjak dewasa dan sudah siap menikah
- Laki-laki yang belum beranjak dewasa.
Tempat untuk Mendidik
Fungsi lainnya dari sebuah bangunan Ebei adalah sebagai tempat untuk mendidik para perempuan yang sudah beranjak dewasa dan siap menikah.
Para perempuan dewasalah yang akan bertugas mengajarkan anak-anak perempuan remaja mereka seputar pekerjaan rumah tangga, memasak, dan pekerjaan rumah lainnya.
Mereka juga pastinya akan mengajarkan bagaimana menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya.
Tempat Penyimpanan
Ebei juga memiliki fungsi lain selain sebagai hunian, yakni sebagai tempat penyimpanan peralatan rumah tangga, perlengkapan berkebun, dan hasil kebun.
Benda-benda ini umumnya diletakan di area paling belakang rumah ini. Atau, alternatif lainnya adalah diletakan di atas di antara bubungan atap dekat perapian.
Simbol Harkat Martabat
Rumah adat ini juga merupakan simbol harkat martabat atau simbol status sosial bagi para penghuninya.
Meski ini bukanlah satu-satunya penentu status sosial, namun dengan memiliki Ebei, suatu keluarga akan dianggap terpandang.
Sebab, akan ada perempuan-perempuan yang siap lahirkan generasi baru di lingkungan masyarakat mereka.
Ciri Khas Rumah Ebei
Pada dasarnya Rumah Ebei ini memiliki ciri khas yang sama dengan Rumah Honai. Keduanya memiliki ciri khas yang sama dari sisi bentuk, material, dan beberapa fungsinya.
Bentuk
Seperti Honai, Ebei mengusung desain bangunan yang sangat sederhana, yaitu beratap bulat seperti kuncup jamur.
Rupanya bentuk rumah yang bundar dengan atap rumah seperti jamur ini ada tujuannya tersendiri, yakni untuk mensiasati hawa yang sangat dingin dari pegunungan.
Atap rumah ini merendah hingga menutupi setengah dinding rumah, sehingga menjadikan rumah ini tampak pendek.
Pada bagian muka rumah, hanya terdapat satu pintu sebagai akses keluar masuk utama.
Pintu pada rumah ini terpasang dalam posisi rendah, membuat siapa saja yang ingin memasukinya harus menundukan kepala dan membungkukan badan.
Material
Selain sederhana, rumah adat Papua khusus perempuan ini juga terbuat dari seratus persen material alami yang sangat ramah lingkungan.
Material-material yang digunakan sama persis dengan material-material pembuatan Honai.
Sekedar tambahan info bahwa Rumah Honai terbuat dari tiga bahan utama, yaitu bambu, kayu, dan jerami kering.
Terkadang ada beberapa Ebei yang menggunakan rumput kering sebagai alas lantainya.
Bambu dan kayu ini lebih banyak digunakan untuk bagian kerangka badan rumah dan juga kerangka atap. Sedangkan jerami kering merupakan material utama untuk atap rumah.
Cara membangunnya juga terhitung sederhana. Pada bagian dinding, misalnya, hanya perlu menyusun papan-papan kayu dengan bentuk formasi melingkar.
Agar papan-papan kayu ini dapat terus berdiri dan menyatu sama lain, papan-papan kayu tersebut ditancapkan ke dalam tanah.
Kemudian jika sudah membentuk seperti dinding papan kayu yang melingkar, bagian tengah dinding diikat dengan bilah bambu panjang atau rotan.
Tebal tipis potongan bilah bambunya harus sesuai agar dapat mengikuti bentuk papan kayu yang diikatnya.
Nah, untuk bagian atap, masyarakat Suku Dani menggunakan jerami kering. Jerami-jerami pada atap ini terpasang secara berlapis-lapis hingga terlihat cukup tebal.
Tujuan pemasangan atap jerami berlapis-lapis ini agar mampu menahan air hujan dan juga teriknya sinar matahari.
Rupanya metode pemasangan atap jerami yang berlapis-lapis ini sangat efektif untuk mencegah air hujan rembes masuk ke area dalam rumah.
Tak hanya itu saja, berkat struktur atap jerami ini, penghuni rumah tetap bisa rasakan suasana aman dan nyaman meski sedang dalam kondisi cuaca ekstrem di luar sana.
Oiya, meski rumah ini tidak memiliki jendela ataupun ventilasi udara, area dalam rumah ini tetap nyaman.
Hawa di dalam rumah tidak terasa sumpek karena udara masih bisa keluar masuk melalui celah-celah dinding papan kayu.
Saat cuaca sedang dingin, penghuni rumah tetap akan merasa hangat cukup dengan menyalakan perapian yang umumnya ada di tengah interior rumah ini.
Ukuran
Mungkin belum banyak publik yang tahu bahwa rumah ini memiliki ukuran yang berbeda dengan Honai.
Mengutip website Wikipedia, ukuran Ebei ini lebih mungil daripada Honai. Konstruksi bangunannya juga lebih pendek daripada konstruksi bangunan Honai.
Tahukah kamu, tinggi rumah ini tidak mencapai 2 meter dari permukaan tanah. Sementara Rumah Honai tingginya bisa capai 2 hingga 2.5 meter dari permukaan tanah.
Karena ukurannya lebih kecil, rumah ini hanya bisa dihuni sekitar lima hingga sepuluh orang saja.
Penghuni
Rumah Ebei adalah rumah khusus untuk perempuan. Akan tetapi bagi anak-anak berjenis kelamin laki-laki boleh menempati rumah ini bersama ibu, saudara kandung, atau kerabatnya.
Jika mereka sudah beranjak dewasa, mereka wajib meninggalkan rumah ini dan menempati Honai bersama para laki-laki dewasa lainnya.
Letak
Saat akan membangun sebuah Rumah Ebei, masyarakat Suku Dani tak boleh menentukan lokasinya secara sembarangan.
Sebab, sudah ada ketentuan tersendiri terkait dengan lokasi ideal untuk rumah adat khusus perempuan ini.
Idealnya, rumah ini terletak di sisi kanan atau kira Rumah Honai. Dan posisi pintu rumah ini tidak boleh sejajar dengan letak pintu utama Rumah Honai.
Makna Filosofi Rumah Ebei
Rumah adat Papua Ebei ini memiliki sejumlah makna filosofi yang mendalam dan sesuai dengan identitas dan nilai budaya Suku Dani.
Dari segi bentuk, bentuk rumah yang bulat atau lingkaran menandakan bahwa bangunan ini adalah buah karya dari Suku Dani.
Bentuk lingkaran ini melambangkan persatuan dan kesatuan yang sangat solid. Koneksi solidaritas yang kuat ini menjadilkan masyarakat Suku Dani memiliki visi dan misi yang sama.
Dengan kata lain, mereka sehati dan mempunyai ide pemikiran yang sama dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Rumah ini juga menjadi simbol penentuan harkat dan martabat bagi pemiliknya beserta keluarganya dalam lingkungan masyarakat.
Bahkan penggunaan material tertentu juga mempunyai makna, loh. Seperti penggunaan material jerami atau ilalang pada atap rumah.
Meski material tersebut terkesan lemah dan sederhana, namun faktanya material tersebut sangat tajam dan kuat.
Sifat tajam ini kemudian dikaitkan dengan sifat kritis dan kuat di balik kesederhanaan masyarakatnya.
Ilalang di sini juga sarat akan makna penyesuaian diri yang sangat baik dan mampu hidup mandiri seperti Suku Dani.
Bagaimana, dari penjelasan ini, kita bisa menggambarkan keunikan rumah adat Papua ini, serta mengetahui makna filosofi dari tiap struktur bangunan dan juga material yang digunakan.
Pada akhirnya kita bisa menyimpulkan bahwa Rumah Ebei ini adalah Rumah Honai yang diperuntukan bagi perempuan dan anak-anak.
Secara bentuk dan detail bagian, keduanya memiliki kesamaan, namun ada beberapa hal yang membedakannya. Seperti fungsi dan konstruksi bangunan yang lebih rendah.
Sebenarnya masih ada beberapa rumah adat Papua yang tak kalah menarik untuk kita ketahui. Beberapa di antaranya sudah pernah dipublikasi di laman Rumah Adat Indonesia.
Apabila ada beberapa di antara kalian yang penasaran dengan rumah-rumah adat Papua lainnya, silakan bisa akses laman tersebut.