Rumah Adat Sulawesi Tengah merupakan bagian dari kekayaan budaya di Provinsi Sulawesi Tengah. Keunikan rumah adat di wilayah ini umumnya berbentuk panggung dan memiliki beragam fungsi.
Rumah adat tradisional ini tersebar di beberapa wilayah di Sulawesi Tengah dan dihuni oleh beberapa suku, antara lain:
- Suku Kaili
- Suku Pamona
- Suku Mori
- Suku Bungku
- Suku Saluan
- Suku Banggai
- Suku Balantak
- Suku Buol
- Suku Toli-toli
Setiap suku mempunyai kebiasaan, budaya, adat istiadat, hingga bentuk rumah adat. Secara keseluruhan, ada tiga jenis rumah adat di Sulawesi Tengah, masing-masing dengan keunikannya sendiri. Berikut informasi selengkapnya.
Nama Rumah Adat Sulawesi Tengah dan Gambarnya
Rumah Adat Souraja
Rumah adat Souraja, yang juga dikenal dengan nama Banua Oge atau Banua Mbaso, adalah rumah adat khas suku Kaili di Sulawesi Tengah.
Sejarahnya, rumah ini pertama kali dibangun oleh Raja Palu, Yodjokodi, pada awal abad ke-19 Masehi. Meski modelnya masih sangat kuno dan bahan bakunya sederhana, rumah ini memiliki nilai sejarah yang tinggi.
Dulunya rumah souraja berfungsi sebagai hunian untuk para bangsawan yang memimpin di daerah tersebut. Selain itu, rumah ini juga digunakan sebagai kantor pemerintahan setempat.
Beberapa orang berpendapat bahwa rumah adat ini juga digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan ritual atau upacara adat masyarakat setempat.
Dengan demikian, rumah adat Souraja mencerminkan kehidupan sosial dan budaya masyarakat suku Kaili di masa lalu.
Arsitektur Rumah Adat Souraja

Rumah adat ini termasuk dalam kategori rumah panggung, mirip dengan rumah adat Sulawesi lainnya. Bahan utama yang digunakan adalah kayu kapas, yang diyakini semakin kuat seiring bertambahnya usia kayu.
Bangunan ini termasuk dalam jenis rumah tradisional yang hampir punah. Pembangunan rumah seperti ini sangat jarang ditemui di era modern ini karena modelnya yang dianggap kuno dan kurang elegan.
Rumah ini, yang merupakan perpaduan arsitektur rumah Bugis dan rumah Kaili, menjadi salah satu objek wisata yang sering dikunjungi.
Bukan hanya wisatawan lokal, wisatawan mancanegara pun tertarik untuk melihat dan mengabadikan rumah ini dalam foto.
Keunikan rumah adat Sulawesi Tengah ini terletak pada pilar penyangga yang berjumlah 30. Sesuai dengan adat istiadat, jumlah pilar ini harus tepat 30, tidak boleh kurang atau lebih.
Keunikan lainnya adalah ujung atap rumah yang diukir membentuk patung hewan, ukiran ini biasa disebut oleh masyarakat setempat dengan nama Panapiri.
Penghuni Rumah Adat Souraja
Rumah adat Souraja dihuni oleh suku Kaili, suku asli Sulawesi yang masih eksis dan tersebar luas hingga saat ini.
Suku Kaili memiliki mata pencaharian utama sebagai petani dan pekebun, dengan tanaman pokok berupa padi, jagung, ketela, dan palawija lainnya yang menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat.
Suku Kaili juga dikenal dengan ritual adat khususnya yang sangat terkenal di Sulawesi, yaitu upacara Baliya Jinja.
Upacara ini merupakan tradisi adat Sulawesi Tengah yang bertujuan untuk mengusir roh jahat dan wabah penyakit.
Dalam upacara Baliya Jinja, seluruh masyarakat yang hadir diwajibkan untuk mengenakan pakaian adat Sulawesi Tengah yang dikenal dengan nama Nggembe.
Rumah Adat Tambi Sulawesi Tengah
Rumah adat berikutnya di Sulawesi Tengah adalah rumah tradisional Tambi yang terletak di bagian utara wilayah tersebut.
Desain rumah tambi mirip dengan rumah adat di Sulawesi Utara, yaitu model rumah panggung dengan pilar yang terbuat dari pohon kapas.
Rumah ini utamanya digunakan sebagai tempat tinggal oleh masyarakat biasa dari suku Kaili dan Lore. Hal ini karena rumah adat Suoraja adalah yang biasa dihuni oleh bangsawan dan raja terkemuka di Sulawesi Tengah.
Tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, rumah adat Tambi juga sering digunakan sebagai tempat untuk mengadakan rapat kekeluargaan.
Rapat-rapat tersebut mencakup berbagai acara, seperti lamaran, pernikahan, hingga pertemuan keluarga besar.
Konstruksi dan Arsitektur Rumah Adat Tambi
Rumah ini dibangun dengan bahan dasar kayu kapas hutan yang sangat tua, dipilih karena kekuatannya dalam menahan guncangan dan tahan terhadap kerusakan.
Dibandingkan dengan rumah adat Souraja, bangunan rumah adat ini memiliki ukuran yang lebih kecil. Tiang penyangganya juga lebih pendek, dengan panjang hanya sekitar 1-2 meter di atas tanah.
Keunikan rumah adat Sulawesi Tengah ini terletak pada desain interior rumah. Rumah ini hanya memiliki satu ruangan besar tanpa sekat, menciptakan ruang yang terbuka dan luas.
Selain itu, ada juga ruangan yang dikenal dengan nama Buho atau Gampiri. Ruangan ini berada di samping rumah Tambi dan berfungsi sebagai tempat menerima tamu di lantai bawah, serta sebagai lumbung untuk menyimpan hasil panen di lantai atas.
Salah satu keunikan lainnya adalah rumah ini harus memiliki jumlah anak tangga yang genap. Tinggi pilar rumah juga disesuaikan sehingga cocok dengan jumlah anak tangga.
Penghuni Rumah Adat Tambi
Rumah adat di Sulawesi Tengah, yang dikenal dengan nama Tambi, dihuni oleh suku Kaili dan Lore, suku asli Sulawesi. Nama Tambi diberikan oleh nenek moyang suku Lore kepada rumah adat ini.
Suku-suku ini memiliki mata pencaharian utama sebagai petani dan produsen kelapa sawit. Faktanya, wilayah Sulawesi Selatan, khususnya wilayah suku Lore, merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di Pulau Sulawesi.
Namun, bukan hanya rumah adatnya yang unik, ritual dan upacara adat mereka yang sarat dengan nuansa mistis juga menjadi daya tarik wisata.
Salah satu upacara adat yang terkenal adalah Malabot Tumpe, sebuah upacara syukuran atas panen telur burung Maleo yang dilakukan oleh masyarakat Banggai, Sulawesi Tengah.
Rumah Adat Lobo Sulawesi Tengah
Selanjutnya ada rumah adat lobo yang banyak ada di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Karena bentuknya yang unik rumah ini dijadikan oleh objek wisata oleh warga setempat.
Dulunya rumah adat lobo digunakan untuk tempat pengadilan oleh suku setempat. Mulai dari pernikahan, sidang adat dan upacara/ritual adat lainnya.
Konstruksi dan Arsitektur Rumah Adat Lobo
Rumah adat Lobo memiliki desain unik berbentuk panggung dengan ketinggian yang tidak seperti rumah adat Sulawesi lainnya, hanya sekitar 1 meter saja.
Tinggi pilar ini dipercaya mampu melindungi dari ancaman hewan buas, sebuah kebiasaan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Bangunan ini dibuat dari bahan-bahan alami seperti kayu, bambu, anyaman, dan jerami untuk atap rumahnya.
Desain rumah adat ini sengaja dibuat tanpa dinding, mengingat fungsinya utamanya adalah untuk acara umum dan ritual khusus.
Perlu diketahui, rumah ini dibangun tanpa menggunakan bahan logam sedikit pun. Masyarakat setempat menggunakan susunan kayu yang dapat dibongkar pasang dan tali ijuk untuk memperkuat sambungan antar bambu.
Rumah ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Dalika: Bagian bawah rumah yang berfungsi untuk menyimpan barang
2. Tengah: Bagian ini digunakan sebagai tempat istirahat
3. Kanavari: Ruangan yang ada di atas rumah untuk para bangsawan berdiskusi atau rapat.
Dengan demikian, rumah adat Lobo mencerminkan kearifan lokal dan tradisi yang diwariskan turun-temurun dalam masyarakat setempat.
Penghungi Rumah Adat Lobo
Rumah adat Lobo dihuni oleh suku Kulawi, suku yang telah lama menetap di wilayah Sulawesi Selatan.
Suku ini merupakan bagian penting dari warisan budaya Kulawi, terbukti dengan masih berdirinya rumah raja Kulawi hingga saat ini. Salah satu keunikan suku Kulawi adalah kemampuan mereka dalam membuat baju adat.
Proses pembuatan baju ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 7 hari, karena banyaknya motif dan hiasan yang ada pada baju tersebut.
Lamanya proses pembuatan ini juga disebabkan oleh kesulitan dalam mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan.
Masyarakat suku Kulawi mayoritas berprofesi sebagai petani, baik di sawah maupun di ladang. Tanaman utama mereka adalah padi, jagung, dan palawija lainnya.
Selain bertani, suku ini juga berburu hewan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Babi dan kijang hutan menjadi hewan buruan utama mereka, terutama karena kulit kijang dapat didaur ulang menjadi kerajinan tangan.