Bicara mengenai kebudayaan yang ada di Sulawesi Barat, jumlahnya sangat banyak. Beragam jenis kebudayaan dapat Kamu lihat dan pelajari, salah satunya yaitu rumah adat Sulawesi Barat.
Ngga cuma Rumah Boyang saja, rumah adat provinsi dengan ibu kota Mamuju ini ternyata ada lebih dari satu.
Dan setiap rumah punya ciri khasnya masing-masing. Kira-kira apa saja? Berikut ini adalah penjelasan materi nama rumah adat Sulawesi Barat, lengkap dengan gambarnya!
Nama Rumah Adat Sulawesi Barat
Rumah Adat Mandar
Rumah adat Sulawesi Barat merupakan ciri khas dari suku Mandar, yang telah menetap di wilayah tersebut sejak abad ke-16.
Suku ini pada awalnya merupakan bagian dari suku Bugis dan Makasar, namun kemudian memisahkan diri dan membentuk wilayah mereka sendiri.
Rumah adat ini pada masa lalu digunakan sebagai tempat tinggal para pemimpin suku dan raja kerajaan setempat.
Menurut buku “Arsitektur Mandar Sulawesi Barat” yang diterbitkan oleh Kemdikbud, nama rumah adat Sulawesi Barat khusus untuk kaum bangsawan dan pemimpin suku dikenal dengan nama Boyang Adaq, sementara rumah adat untuk rakyat biasa disebut rumah Boyang Beasa.
Sebagian besar rumah adat Sulawesi Barat bermodel rumah panggung dengan banyak pilar penyangga. Salah satu keunikan dari rumah adat ini adalah tangga yang menghadap ke barat.
Tangga ini memiliki jumlah anak tangga yang ganjil, seperti 7, 11, atau 15, yang disesuaikan dengan tinggi pilar rumah.
Ciri Khas dan Filosofi Rumah Adat Mandar
Setiap rumah tradisional di Indonesia, baik itu rumah adat Bali atau rumah adat Jawa Timur, pasti memiliki filosofi dan sejarahnya sendiri-sendiri.
Hal ini juga berlaku untuk rumah adat Mandar di Sulawesi Barat, yang sangat menghargai nilai-nilai adat istiadat.
Rumah ini dibangun berdasarkan keinginan masyarakat suku Mandar untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman. Pada zaman dahulu, banyak suku etnis di Indonesia yang tinggal di bawah pohon atau di dalam gua.
Rumah adat Boyang ini pertama kali dibangun pada abad ke-16, ketika suku Mandar masih menjadi bagian dari wilayah Sulawesi Selatan.
Kemudian, masyarakat suku Mandar berbondong-bondong untuk berkembang dan membentuk wilayah mereka sendiri.
Penyatuan wilayah suku Mandar ini terjadi pada awal abad ke-17, saat itu sudah ada 17 kerajaan yang dipimpin oleh raja-raja yang berbeda-beda. Ke-17 kerajaan ini dibagi menjadi tiga sekutu dalam proses pembentukan wilayah baru ini.
Dalam hal bahasa dan pakaian adat, suku Mandar di Sulawesi Barat memiliki kesamaan dalam bentuk rumah adat yang disebut Boyang.
Rumah ini telah dikenal luas oleh wisatawan karena filosofi dan keunikan yang ada dalam pembangunannya, salah satunya adalah orientasi rumah yang harus menghadap ke arah matahari terbit.
Para leluhur mereka percaya bahwa matahari dapat membawa pencerahan dan kemakmuran bagi masyarakat.
Tentu saja, kepercayaan ini telah dipegang teguh oleh leluhur mereka sejak pertama kali pembangunan rumah Boyang dilakukan.
Arsitektur dan Konstruksi Rumah Adat Boyang
Rumah adat Boyang di Sulawesi Barat adalah rumah berarsitektur panggung, dengan pilar yang panjangnya sekitar 3-4 meter dari alas rumah hingga tanah.
Pembangunan pilar ini bertujuan untuk menopang rumah agar tetap kokoh dan tidak roboh. Kunci utama dari kekokohan rumah Boyang adalah pemilihan kayu yang kuat.
Kayu yang umumnya digunakan adalah kayu kapas, ulin, atau jati hutan. Pemilihan jenis-jenis kayu ini bukan tanpa alasan, karena kayu-kayu tersebut dikenal akan semakin kuat dan kokoh seiring bertambahnya usia.
Selain itu, kayu-kayu tersebut juga dipercaya sangat tahan lama dan tidak mudah lapuk, sehingga rumah dapat tetap berdiri tegap hingga saat ini.
Untuk atap rumah, material yang digunakan adalah genteng, sedangkan dinding rumah dibuat dari kayu jati yang telah dipotong pipih.
Dinding rumah ini juga dihiasi dengan berbagai ukiran, ornamen, dan hiasan yang dipajang.
Ornamen-ornamen ini sengaja dibuat untuk menambah keindahan rumah dan menjadi salah satu ciri khas rumah adat Mandar di Sulawesi Barat.
Pembagian Ruangan Rumah Adat Boyang
Rumah adat Boyang di Sulawesi Barat memiliki berbagai bagian unik dengan nama-nama khusus. Berikut adalah beberapa bagian dari rumah adat Boyang:
1) Samboyang: Bagian ini terletak di paling depan rumah. Samboyang merupakan teras rumah yang berdinding dan berguna untuk menerima tamu, baik dari kalangan bangsawan atau orang biasa.
2) Tangnga Boyang: Ruangan ini bersebelahan dengan Samboyang. Tangnga Boyang berukuran lebih besar dan berfungsi sebagai ruang keluarga.
3) Bui Boyang: Bui Boyang adalah ruangan yang berfungsi sebagai kamar istirahat. Ruangan ini terletak di bagian belakang, bersebelahan dengan Tangnga Boyang.
4) Tapang: Tapang adalah ruangan khusus untuk menyimpan barang. Ini adalah nama lain dari loteng yang terletak di bawah atap paling atas.
5) Paceko: Paceko adalah dapur dalam bahasa suku Mandar. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat memasak dan keperluan dapur lainnya, dan terletak di antara Bui Boyang dan Tangnga Boyang.
6) Lego-lego: Lego-lego adalah ruangan di rumah adat Sulawesi Barat yang digunakan masyarakat Mandar sebagai teras luar rumah tanpa dinding. Teras ini berguna untuk tempat menerima tamu baru selain dari suku Mandar asli.
7) Naong Boyang: Naong Boyang merupakan sebutan lain dari kolong rumah. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat tinggal hewan ternak mereka dan terletak di bagian belakang bawah rumah.
Dengan demikian, setiap bagian rumah adat Boyang memiliki fungsi dan keunikan tersendiri, mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi suku Mandar.
Penghuni Rumah Adat Boyang
Rumah adat di Sulawesi Barat dihuni oleh suku Mandar, yang merupakan cabang dari suku Bugis dan Makasar.
Suku ini memiliki sejumlah kerajaan yang berdiri di Sulawesi Barat, dan semua kerajaan tersebut memiliki rumah adat yang sama, yaitu rumah adat Boyang.
Suku Mandar memiliki mata pencaharian utama sebagai petani ladang dan kebun. Mereka memenuhi kebutuhan pokok mereka dengan menanam padi, jagung, dan palawija lainnya.
Selain itu, ada juga anggota suku Mandar yang bekerja sebagai pelaut. Keahlian maritim suku Mandar telah diakui oleh banyak orang. Dengan mengandalkan perahu Cadik, mereka mampu menjelajahi lautan yang luas.
Selain bertani dan berlayar, suku ini juga memiliki ritual upacara adat yang unik dan sering ditonton oleh wisatawan saat berkunjung ke Sulawesi.
Ritual upacara adat ini dikenal dengan nama Sayyang Pattu’du atau “kuda menari”. Sayyang Pattu’du adalah upacara adat yang dipentaskan sebagai bentuk apresiasi terhadap suatu prestasi.
Biasanya, masyarakat setempat mengadakan upacara ini untuk merayakan pencapaian penting dalam hidup mereka, seperti pernikahan atau kemenangan dalam lomba.
Rumah Adat Banoa Sibatang
Berikutnya ada rumah adat banoa sibatang, rumah tradisional dari suku Kalumpang yang ada di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
Rumah adat Sulbar ini memiliki karakteristik unik yang sering dicari oleh wisatawan saat berkunjung ke Sulawesi Barat.
Wilayah suku Kalumpang terletak dekat dengan Pegunungan Tirobali, yang menjadi batas antara Toraja dan Luwuk, yang pada waktu itu masih merupakan bagian dari Sulawesi Selatan.
Rumah adat ini dikenal dengan desain rumah panggungnya yang sangat khas dan elegan. Tiang penyangga rumah ini bahkan menjadi ikon Kabupaten Mamuju, dengan pembangunan patung enam tiang penyangga Gong Perdamaian.
Rumah ini juga merupakan salah satu aset budaya Indonesia yang tak akan pernah habis jika kita bisa melestarikannya. Kebudayaan ini menjadi ciri khas sebuah negara yang akan selalu dikenang oleh banyak orang.
Keunikan dan Arsitektur Rumah Banoa
Rumah adat Banoa Sibatang di Sulawesi Barat menampilkan gaya arsitektur rumah panggung yang unik dan menarik. Keunikan ini juga tercermin dalam pemilihan kayu yang tepat, yang membuat rumah ini kokoh.
Rumah adat ini dibangun dengan menggunakan kayu jati hutan sebagai pilar penyangga. Jumlah pilar ini berkisar antara 8 hingga 16, atau bahkan lebih, tergantung pada luas rumah yang akan dibangun.
Salah satu keunikan dari rumah adat Banoa Sibatang di Sulawesi Barat adalah pilar yang dibuat dengan pola rakit.
Pola rakit ini adalah teknik penyambungan antara satu tiang penyangga dengan lainnya menggunakan kalu balok sebagai alasnya.
Pola rakit ini pertama kali diterapkan saat pembangunan rumah ini oleh masyarakat bangsa Austronesia, yang juga merupakan nenek moyang dari suku Kalumpang.
Bangsa Austronesia membangun rumah dengan pola rakit ini karena pada masa lalu mereka bermigrasi melintasi lautan dengan rakit selama berbulan-bulan.
Keunikan lain dari rumah adat ini adalah bentuk atap yang tidak sejajar. Rumah ini memiliki dua atap, atap pertama menghadap ke depan dan atap kedua menghadap ke samping kanan dan kiri.
Ini menambah keunikan dan daya tarik dari rumah adat Banoa Sibatang.
Penghuni Rumah Adat Banoa
Rumah ini dihuni oleh suku Kalumpang, suku asli Sulawesi Barat, yang kini berjumlah sekitar 10.000 jiwa dan mayoritas beragama Kristen.
Suku ini memiliki sejarah migrasi yang unik, dimana mereka dahulu bermigrasi dari pulau lain dengan menggunakan rakit dan mampu mengarungi sungai selama berbulan-bulan lamanya.
Nenek moyang mereka, yang dikenal sebagai bangsa Austronesia, menjadikan rakit sebagai identitas suku Kalumpang. Sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur mereka, suku Kalumpang membuat patung enam pilar.
Mereka berprofesi sebagai petani, berkebun, dan beternak. Palawija adalah tanaman pokok yang wajib mereka tanam dan hampir setiap rumah memiliki hewan ternak seperti kerbau atau sapi.
Yang menarik dari suku Kalumpang adalah upacara adat mereka yang bernama Tari Sayo, dimana seluruh penarinya menggunakan pakaian adat Sulawesi Barat. Upacara ini sering menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Suku ini juga dikenal dengan kreativitasnya sejak dahulu, terbukti dengan karya tenun ikat tradisional mereka yang sangat fenomenal.
Tenun ikat ini telah diakui oleh banyak wisatawan yang datang dari berbagai daerah. Dengan bahan tenun yang langka dan motif khas suku Kalumpang, hasil tenunannya menjadi sangat elegan dan menarik.