Rumah Adat NTT

Nusa Tenggara Timur (NTT) mempunyai banyak variasi rumah adat dari beberapa suku. Setiap rumah adat di NTT menggambarkan nilai warisan budaya serta tradisi masyarakat setempat.

Keberagaman suku dan budaya di Nusa Tenggara Timur (NTT) memunculkan berbagai rumah adat dengan arsitektur yang eksotis. Meskipun demikian, ada tiga model atap yang paling terkenal di berbagai rumah adat NTT:

  • Atap Joglo (Suku Sumba): Model atap ini menyerupai joglo khas Jawa Tengah.
  • Atap Kerucut (Suku Timor): Bentuk atapnya berbentuk kerucut bulat.
  • Atap Perahu Terbalik (Suku Rote dan Sabu): Model atap ini menyerupai perahu yang terbalik.

Fungsinya bervariasi, dari rumah tinggal sehari-hari hingga upacara adat. Setiap rumah adat NTT memiliki keunikan dan makna filosofisnya sendiri.

Untuk mengetahui lebih lengkapnya, simak uraian materi tentang 7 rumah adat NTT yang dilansir dari berbagai sumber.

Sejarah Rumah Adat Nusa Tenggara Timur

Rumah adat Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki beragam bentuk, dan salah satunya yang terkenal hingga mancanegara adalah rumah adat Mbaru Niang di Waerebo, Kabupaten Manggarai, NTT.

Lokasinya berada di pedalaman dan merupakan warisan asli dari nenek moyang.

Keberadaan rumah adat Mbaru Niang tak lepas dari peran Empo Maro, nenek moyang warga Waerebo.

Empo Maro berasal dari Minangkabau dan melakukan pelayaran hingga Labuan Bajo di Pulau Flores. Setelah berpindah-pindah tempat, akhirnya ia menetap di Waerebo.

Rumah Mbaru Niang di Manggarai ini telah dijaga dan dilestarikan oleh beberapa generasi sejak tahun 1920.

Meskipun pada tahun 2008 beberapa rumah mengalami kerusakan, namun warga Waerebo berhasil merekonstruksi ulang dengan tetap memperhatikan keaslian dan tradisi.

Jenis dan Nama Rumah Adat NTT Beserta Gambarnya

Rumah Adat Musalaki

Rumah Adat Musalaki

Rumah adat Musalaki adalah simbol khas Nusa Tenggara Timur (NTT). Bentuknya persegi empat yang menonjol, dengan atap menjulang tinggi sebagai lambang kesatuan dengan Sang Pencipta.

Atapnya menyerupai layar perahu, mengingatkan pada kebiasaan para leluhur Suku Ende Lio yang menggunakan perahu sebagai alat transportasi utama.

Fungsi rumah Musalaki sangat beragam, antara lain yaitu:

  • Tempat tinggal kepala suku atau kepala adat wilayah Ende Lio.
  • Pusat kegiatan adat dan sosial masyarakat setempat, termasuk upacara adat, ritual, dan musyawarah.
  • Ruang luas dan fleksibel memfasilitasi berbagai kegiatan dengan khidmat.

Rumah Musalaki bukan hanya struktur fisik, melainkan juga simbol identitas budaya yang kuat bagi masyarakat NTT.

Di sini, generasi muda dan tua berkumpul, mempertahankan tradisi dan kearifan lokal yang diwariskan dari masa ke masa.

Rumah Adat Mbaru Niang

Rumah Adat Mbaru Niang

Rumah adat Mbaru Niang berasal dari desa Wae Rebo di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan telah diakui sebagai warisan budaya UNESCO Asia-Pasifik sejak tahun 2012.

Desainnya sangat unik dan berbeda dari rumah adat lainnya. Mbaru Niang memiliki bentuk kerucut yang menjulang tinggi, menyerupai tenda besar.

Atapnya terbuat dari lontar yang ditutupi dengan ijuk, mempertahankan nilai tradisional. Ketinggiannya bisa mencapai 15 meter.

Selain sebagai bangunan fisik, Mbaru Niang adalah simbol kebanggaan dan identitas budaya bagi masyarakat NTT. Desain khasnya mencerminkan kearifan lokal dan nilai-nilai tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Rumah adat ini menjadi tempat berkumpulnya masyarakat, memperkokoh hubungan sosial, dan memelihara keberlanjutan budaya lokal.

Rumah adat Ume Kbubu

Rumah adat Ume Kbubu

Selanjutnya ada rumah adat Ume Kbubu tempat tinggal dari suku Dawan di wilayah Timor. Rumah adat NTT satu ini memiliki bentuk yang unik, yaitu berbentuk bulat.

“Ume” berarti rumah, sedangkan “Kbubu” berarti bulat atau bundar. Struktur bangunan rumah adat NTT satu ini terdiri dari atap, tiang, dan dinding.

Atap Ume Kbubu berbentuk kerucut dan terdiri dari 9 elemen. Atap biasanya ditutup dengan alang-alang.

Elemen-elemen atap termasuk Suaf (usuk), Lael (nok), Nono, Lote, Tanpani (takpani), Tfa, Penutup atap, Nete bifo, dan Tobes.

Dindingnya terbuat dari bambu dan diapit dengan kayu bulat dari bagian dalam dan luar. Tujuannya adalah agar dinding lebih kuat.

Rumah adat Ume Kbubu terbagi menjadi beberapa ruangan, seperti Tuna, Halal Nana, dan Hau Monef. Setiap ruangan memiliki fungsi terkait kegiatan keagamaan tradisional suku Dawan.

Rumah Adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara

Rumah Adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara

Rumah Adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara terletak di Desa Koanara, Kelimutu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keunikan dari rumah adat NTT satu ini yaitu atapnya yang khas, terbuat dari ilalang dan hampir menyentuh tanah.

Secara keseluruhan, ada tiga jenis rumah Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara, yaitu:

  1. Rumah Baku: Digunakan untuk menyimpan tulang belulang leluhur. Ada 13 keturunan yang tulangnya disimpan di rumah ini.
  2. Rumah Tinggal: Jika ada kepala kerbau terpampang di depan pintu rumah, itu tandanya Anda berada di rumah tinggal.
  3. Lumbung Padi: Rumah ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil panen sawah.

Rumah adat sa’o ria bukan hanya tempat tinggal, melainkan juga simbol kearifan lokal dan nilai-nilai budaya. Setiap detailnya mengandung filosofi dan cerminan perilaku arif suku Lio.

Rumah adat Sao Ata Mosa Lakitana

Rumah adat Sao Ata Mosa Lakitana

Rumah adat Sao Ata Mosa Lakitana berasal dari Timor dan memiliki bentuk yang unik. Berbeda dengan Rumah Musalaki, rumah adat ini berbentuk bulat lonjong seperti telur dan tidak memiliki tiang penyangga pada bagian bawah.

Rumah ini banyak digunakan sebagai tempat tinggal warga setempat. Selain itu, upacara adat dan musyawarah juga sering dilakukan di dalam Sao Ata Mosa Lakitana.

Setiap rumah Sao Ata Mosa Lakitana memiliki satu ruang yang dijadikan tempat suci. Ruangan ini digunakan untuk arwah leluhur dan disiapkan sesaji pada waktu-waktu tertentu.

Secara keseluruhan, rumah ini dibagi tiga berdasarkan model atapnya:

  • Atap berbentuk joglo digunakan oleh Suku Sumba.
  • Atap berbentuk kerucut digunakan oleh suku Timor.
  • Atap berbentuk perahu terbalik digunakan oleh suku Rote dan Sabu.

Rumah Adat Lopo

Rumah Adat Lopo

Rumah adat Lopo, yang dimiliki oleh Suku Abui di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), memiliki bentuk yang unik dan menarik. Berbeda dengan rumah adat lainnya, Lopo tidak memiliki dinding dan lebih terbuka.

Lopo berfungsi sebagai tempat bersosialisasi, bermusyawarah, dan mengadakan upacara adat. Selain itu, rumah adat ini juga digunakan untuk menyimpan hasil pertanian.

Atap rumah adat Lopo terbuat dari rumbia dan mengerucut. Tidak ada tembok, tetapi terdiri dari tiga tingkat berbeda, masing-masing dengan tujuan spesifik.

Rumah Lopo terbagi menjadi dua jenis: rumah Kolwat dan rumah Kanuruat. Anak-anak dan perempuan dapat masuk ke rumah Kolwat, sementara rumah Kanuruat hanya bisa dimasuki oleh kalangan tertentu.

Selain Lopo, ada juga rumah adat bernama fala foka. Rumah ini bertingkat empat dan dihuni oleh hingga 13 kepala keluarga.

Setiap lantai memiliki fungsi tersendiri: berkumpul dan menerima tamu, tidur dan memasak, menyimpan bahan pangan, serta barang-barang seperti moko, gong, dan senjata.

Rumah Adat Sumba

Rumah Adat Sumba

Rumah adat Sumba terbagi menjadi dua jenis, yaitu rumah Uma Bokulu dan Uma Mbatangu. Kedua jenis rumah tersebut banyak ada di Kampung Adat Praijing, Desa Tebara, Kecamatan Waikabubak, Sumba, NTT.

Rumah dengan plafon tinggi ini terlihat sangat unik dan eksotik. Bentuk rumahnya persegi panjang serta ditopang oleh empat tiang.

Meskipun tidak memiliki jendela, rumah ini memiliki area terpisah untuk pria dan wanita. Langit-langit yang tinggi memiliki makna filosofis di semua tingkatan.

Atap bermakna dunia atas yang suci, sementara rangka rumah melambangkan dunia tengah. Bagian bawah rumah menghubungkan ke dunia bawah atau dunia kematian.

Rumah adat Sumba biasanya digunakan sebagai tempat tinggal dan juga sebagai lokasi upacara adat. Keberagaman jenis rumah adat di Nusa Tenggara Timur memiliki keunikan dan bentuk tersendiri.

Keunikan Rumah Adat NTT

Setiap rumah adat memiliki keunikan masing-masing, terutama di daerah NTT. Desain rumah adat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Berikut ini beberapa keunikan dari rumah adat NTT:

  1. Atap Rumah Adat Mbaru Niang: Atap rumah adat Mbaru Niang terbuat dari daun lontar dengan ketinggian mencapai 15 meter. Atap ini ditutupi oleh daun ijuk yang menjulur hingga menyentuh tanah.
  2. Model Atap Menyerupai Kerucut: Rumah adat NTT memiliki atap yang menyerupai bentuk kerucut atau Limas istimewa dalam bidang miring. Filosofinya adalah bentuk teras melambangkan simbol perlindungan dan persatuan antar masyarakat.
  3. Lantai Berbeda: Umumnya rumah adat NTT memiliki 5 lantai, dengan masing-masing lantai memiliki fungsi yang berbeda.
  4. Konstruksi Tanpa Paku: Bangunan rumah adat ini dibangun tanpa menggunakan paku sama sekali. Sebagai gantinya, tali rotan digunakan untuk mengikat struktur bangunan.
  5. Tidak Menyentuh Tanah: Sesuai aturan leluhur, rumah adat ini tidak boleh menyentuh tanah dan harus memiliki kolong tempat tinggal dengan tinggi minimal 1 meter.
  6. Tanah Datar: Rumah adat NTT harus dibangun di tanah yang datar dan tidak miring. Jika tanah tidak rata, harus dirapikan agar tidak ada kemiringan pada lahan yang dibangun.

Rumah adat merupakan simbol budaya dan nilai-nilai luhur Indonesia. Merawat dan melestarikan budaya adalah kewajiban kita sebagai bangsa. Semoga informasi ini memperkaya pemahaman tentang kekayaan budaya Indonesia.