Kalimantan Utara, yang resmi dibentuk pada tahun 2012 dan tergolong sebagai provinsi baru dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia, dikenal memiliki rumah adat dengan bentuk yang modern, yaitu Rumah Adat Baloy.
Meski tergolong baru, provinsi ini memiliki banyak kebudayaan yang patut dilestarikan, termasuk rumah adatnya.
Rumah Adat Baloy menggambarkan perpaduan seni arsitektur dari suku Tidung, salah satu suku tertua di daerah tersebut.
Suku Tidung merupakan sub dari suku Dayak, yang memiliki sekitar 420 suku di Pulau Kalimantan. Dengan masuknya agama Islam ke daerah tersebut, suku Dayak kemudian berganti nama menjadi suku Tidung.
Suku Tidung inilah yang dikenal memiliki Rumah Adat Baloy, yang kini menjadi salah satu simbol budaya di Kalimantan Utara.
Sejarah Rumah Adat Kalimantan Utara Baloy
Rumah adat Baloy Mayo adalah rumah tradisional yang menjadi kebanggaan suku Tidung di Provinsi Kalimantan Utara. Meski suku Tidung belum dikenal secara luas, mereka memiliki sejarah dan budaya yang kaya.
Sebelum menjadi bagian dari Kalimantan Utara, Kota Tarakan memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Tidung.
Nama “Tidung” sendiri berasal dari kata “tideng” yang berarti gunung, meskipun mayoritas masyarakat suku Tidung sekarang bertempat tinggal di kawasan pesisir.
Suku Tidung dikenal sebagai suku yang sering berpindah-pindah tempat tinggal. Oleh karena itu, mereka terpengaruh oleh para pedagang muslim yang singgah di wilayah pesisir, yang kemudian mempengaruhi arsitektur rumah adat mereka.
Rumah adat Baloy Mayo, yang dibangun dengan arsitektur campuran, dianggap mendapatkan pengaruh dari Rumah Lamin, rumah adat Kalimantan Timur.
Rumah ini pertama kali diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur pada tahun 2006 dan kemudian diakui sebagai bagian dari Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2012.
Pembagian Ruang Rumah Adat Kalimantan Utara
Rumah adat Baloy di Kalimantan Utara dibangun dengan menghadap ke utara, didukung oleh tiang penyangga sebagai pondasinya.
Rumah ini memiliki berbagai ruangan dengan fungsi yang berbeda-beda, ditentukan oleh letaknya di dalam bangunan.
Berikut adalah ruangan-ruangan dalam Rumah Adat Kalimantan Utara:
Ambir Kiri (Alad Kait)
Ruangan ini terletak di bagian depan paling kiri rumah dan umumnya digunakan sebagai tempat konsultasi perkara atau masalah yang ada di masyarakat.
Ruangan ini juga bisa digunakan untuk membahas masalah adat istiadat. Di dalamnya hanya terdapat ruangan kosong bertirai dengan hiasan dinding serta ukiran khas suku Tidung.
Ambir Tengah (Lamin Batong)
Setelah diskusi antara masyarakat yang mengadu masalah dengan tetua suku, rapat kemudian dipindahkan ke ruangan tengah ini.
Ruang tengah ini digunakan sebagai tempat sidang atau tempat memutuskan suatu perkara, baik itu masalah adat ataupun masalah yang ada di masyarakat.
Ambir Kanan (Ulad Kemagot)
Ruangan ini terletak di dalam rumah bagian sebelah kanan, bersampingan dengan Ambir Tengah. Ruangan ini digunakan sebagai tempat istirahat keluarga.
Lamin Dalom
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat tinggal khusus untuk kepala suku atau orang paling tua dalam satu rumah. Tempat ini dianggap khusus karena tidak sembarang orang boleh memasukinya.
Lubung Kilong
Ruangan ini terletak di depan rumah dan berdiri di tengah kolam. Bangunan ini berfungsi untuk menampilkan kesenian khas suku Tidung, yaitu tarian Jepen.
Lubung Intamu
Ruangan ini terletak di bagian paling belakang rumah Baloy. Ruangan ini cukup besar dan mampu menampung banyak orang, sehingga sering digunakan untuk musyawarah adat besar.
Fungsi Rumah Adat Kaltara
Rumah adat Baloy Mayo di Kalimantan Utara, meski dianggap cukup modern, memiliki bentuk yang cukup sederhana.
Dengan konsep rumah panggung, rumah ini sengaja dibangun lebih tinggi dan berpijak langsung di tanah. Pembangunan rumah adat ini memiliki beberapa fungsi utama, antara lain:
Tempat Berkumpul
Masyarakat suku Tidung awalnya membangun rumah Baloy Mayo sebagai tempat berkumpul.
Suku ini dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi dan sering mengadakan musyawarah. Oleh karena itu, rumah adat ini sangat efektif untuk memfasilitasi kegiatan tersebut.
Material yang digunakan dalam pembangunan rumah adalah kayu yang sangat kokoh, sehingga rumah adat khas Kalimantan Utara ini dapat berdiri dengan kuat dan menampung banyak orang. Jadi, meskipun ukurannya tidak terlalu besar, Baloy Mayo tetap layak untuk dihuni.
Tempat Pelaksanaan Acara Adat
Budaya yang kental dalam masyarakat tercermin dari banyaknya acara adat yang dilaksanakan.
Masyarakat suku Tidung sering memakai rumah adat Baloy Mayo untuk tempat pelaksanaan berbagai acara adat di waktu-waktu tertentu.
Selain itu, rumah adat khas Kalimantan Utara ini juga berfungsi sebagai tempat tinggal kepala adat.
Artinya, rumah adat dianggap sebagai bangunan yang sakral sehingga hanya bisa dihuni oleh pemimpin atau orang yang dituakan dalam suku Tidung.
Tempat Menyimpan Perahu
Masyarakat Tidung, yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan, tentunya memiliki perahu.
Desain rumah Baloy Mayo yang merupakan rumah panggung memiliki kolong di bawahnya yang bisa digunakan untuk menyimpan perahu.
Menyimpan di bawah kolong dianggap aman sebab material rumah yang kokoh dari kayu ulin membuatnya tak mudah roboh.
Karakteristik kayu ulin saat terkena air berbeda dengan kayu pada umumnya. Semakin sering kayu ulin terkena air, maka akan menjadi semakin kuat.
Makna Filosofis dan Ciri Khas Rumah Adat Kalimantan Utara
Rumah adat Baloy di Kalimantan Utara mengandung banyak makna filosofis yang mencerminkan kehidupan sosial dan beragama masyarakat suku Tidung.
Salah satu ciri khas rumah Baloy adalah risplang dengan motif ukiran berbentuk laut. Motif ini merupakan simbol dari kehidupan suku Tidung yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan.
Masyarakat suku Tidung dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dalam masyarakatnya, sering muncul berbagai masalah, baik itu masalah pribadi maupun masyarakat.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, suku Tidung menerapkan musyawarah sebagai solusi sejak dahulu.
Keunikan lain dari rumah adat Baloy adalah orientasi bangunannya yang menghadap ke utara dengan pintu utama di arah selatan.
Hal ini merupakan adat istiadat suku Dayak dan juga penyesuaian terhadap tekstur tanah di wilayah Kalimantan Utara, khususnya di daerah pesisir.
Suku Tidung juga memiliki adat istiadat yang telah dilakukan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Salah satunya adalah upacara adat “Ira Tengkayu” yang dilaksanakan setiap bulan Desember.
Upacara ini melibatkan ritual melarung sesaji di laut sebagai bentuk syukur atas nikmat Tuhan yang telah diberikan kepada masyarakat suku Tidung.