Sudah pernah jalan-jalan ke Mamuju? Di sana ada cukup banyak tempat menarik yang bisa kamu kunjungi. Salah satunya adalah rumah adat Banoa Sibatang.
Ini adalah sebuah warisan budaya dari Suku Makki atau terkenal dengan sebutan Suku Kalumpang. Dan kabarnya, rumah adat ini ada kaitannya dengan peninggalan Suku Bangsa Austronesia.
Apa benar begitu? Yuk cari kebenarannya dengan menyimak informasi lebih lanjut seputar rumah adat Mamuju Sulawesi Barat yang satu ini.
Sejarah Rumah Adat Banoa Sibatang
Rumah adat Banoa Sibatang adalah nama dari rumah adat Suku Kalumpang atau Suku Makki yang menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
Berbeda dengan rumah adat Sulawesi lainnya, rumah adat yang satu ini memiliki struktur bangunan yang unik. Terutama di bagian atap dan badan rumah.
Bahkan masyarakat dari Suku Kalumpang sendiri meyakini bahwa struktur bangunan rumah yang demikian ada kaitannya dengan nenek moyang Austronesia.
Hal ini terlihat jelas dari penggunaan tiang-tiang penyangga pada rumah panggung yang tersambung dengan lantai. Pola sambungan kedua bagian ini terlihat sangat mirip dengan rakit.
Nah, bentuk rakit inilah yang masyarakat yakini sebagai wujud jejak warisan nenek moyang Austronesia.
Menurut masyarakat setempat, suku bangsa Austronesia ini berimigrasi dari Pulau Taiwan ke arah Selatan hanya dengan menggunakan rakit.
Namun jika kita runut dari sejarahnya, nenek moyang dan para tetua adat Suku Kalumpang berasal dari Tana Toraja.
Hal ini kemudian berpengaruh pada cara penyebutan masyarakat Kalumpang ini sebagai masyarakat Toraja Barat.
Alhasil, adat dan juga budayanya juga mengikuti adat dan budaya masyarakat Toraja.
Termasuk bentuk dan konstruksi rumah adatnya yang mirip dengan rumah adat Sulawesi Selatan yang berasal dari Suku Toraja.
Salah satu kemiripan yang paling mencolok adalah bentuk atap rumah yang serupa dengan bentuk rakit. Kemudian tiang depan yang berhiaskan tanduk kerbau.
Konstruksi Rumah Adat Banoa Sibatang
Rumah Banoa Sibatang ini mempunyai model konstruksi rumah panggung sederhana yang terdiri dari konstruksi bagian atap, tengah, dan bawah.
Konstruksi bagian atas di sini tak lain adalah atap rumah, sedangkan konstruksi bagian tengah adalah badan rumah yang terdiri dari dinding, lantai, pintu, dan jendela.
Sementara konstruksi bagian bawah meliputi tangga, tiang-tiang penyangga rumah panggung, dan alas yang menjadi pondasi yang menopang keseluruhan badan rumah.
Agar memiliki gambaran yang lebih detail lagi, berikut adalah ulasan masing-masing bagian konstruksi rumah adat di Mamuju yang satu ini.
Rangka Utama
Ada dua komponen yang membentuk rangka utama rumah adat ini, yaitu balok induk dan tiang. Struktur balok induk ini terbuat dari kayu terbaik.
Demikian juga tiang-tiang penopang rumah panggungnya. Adapun jenis kayu yang masyarakat setempat pakai adalah kayu ulin atau kayu besi.
Jenis kayu ulin ini sudah terbukti berkualitas dan sangat awet. Teksturnya akan otomatis semakin mengeras jika terkena air.
Nah, kedua komponen ini disatukan dengan menggunakan teknik ikat tradisional. Ada juga sebagian masyarakat yang menggunakan pasak untuk menyatukan sambungan-sambungan antar komponen.
Tiang
Konstruksi tiang yang tersambung dengan lantai mempunyai pola yang sama seperti rakit. Polanya sederhana dan mudah dbuat.
Jumlah tiang pada rumah ini juga menyesuaikan besar dan kecilnya interior rumah adat tersebut. Artinya, tidak ada ketentuan khusus terkait dengan jumlah tiang penyangga pada rumah adat ini.
Dinding
Nah, pada bagian dinding, masyarakat setempat lebih memilih material kayu kelas kedua sebagai pilihan utamanya.
Kayu kelas kedua di sini maksudnya adalah kayu biasa tanpa harus memiliki kualitas yang premium.
Biasanya kategori kayu kelas kedua ini meliputi kayu dari pohon-pohon yang biasanya tumbuh di sekitaran desa.
Atap
Seperti yang sudah diiinformasikan di atas, atap rumah adat ini mirip dengan bentuk atap Rumah Adat Tongkonan di Sulawesi Selatan.
Bentuk atapnya seperti rakit khas Suku Toraja. Material yang digunakan juga mirip. Ada material kayu ulin, daun pohon nipah, bilah bambu, ijuk, daun rumbia, dan juga ilalang.
Untuk membuat kerangka atap, masyarakat dari Suku Kalumpa akan menggunakan La’bo, yaitu sejenis parang khas suku tersebut.
Tangga
Konstruksi tangga terbuat dari material kayu dan bambu saja. Kayu digunakan untuk kerangka dan juga anak tangganya.
Sementara bambu akan menjadi material pengikat antara kerangka dan anak-anak tangganya. Agar mudah untuk mengikat, bambu akan dibilah tipis-tips hingga teksturnya fleksibel.
Lantai
Konstruksi lantai pada rumah adat ini juga terbuat dari material kayu dengan jenis kayu yang sama dengan material kayu pada dinding.
Hanya saja permukaannya lebih halus agar tetap nyaman untuk keperluan mobilisasi di area dalam rumah.
Dan sama seperti bagian-bagian struktur lainnya, masyarakat menggunakan teknik ikat untuk menyatukan antar papan kayu hingga membentuk bidang lantai.
Fungsi Rumah Adat Banoa Sibatang
Seperti rumah adat pada umumnya, rumah adat Banoa Sibatang ini mempunyai dua fungsi, sebagai hunia dan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan adat.
Sebagai hunian, rumah ini merupakan tempat tinggal seorang kepala keluarga beserta anggota keluarganya.
Selain sebagai hunian, rumah adat ini juga berperan sebagai lokasi kegiatan adat yang melibatkan keluarga besar, kerabat, dan masyarakat adat.
Contohnya saja acara pernikahan yang sesuai dengan adat dan tradisi, dan acara-acara adat lainnya.
Makna Simbolis pada Rumah Adat Banoa Sibatang
Melansir dari situs Wikipedia, ada sejumlah struktur bangunan rumah adat ini yang sarat akan makna simbolis.
Salah satunya adalah tiang penyangga pada konstruksi rumah panggung ini. Semakin tinggi tiang, menandakan status sosial pemiliknya juga semakin tinggi.
Atau dengan kata lain, semakin berjarak kolong rumahnya dari tanah, artinya status sosial pemilik rumah tersebut juga tinggi.
Masih terkait dengan tiang, penggunaan tiang penyangga yang tinggi tentu juga ada tujuan utamanya.
Seperti sebagai upaya untuk menghindari serangan binatang buas karena dulu sebagian besar rumah dibangun di lokasi yang dekat dengan hutan.
Selain itu, tiang yang tinggi juga sangat membantu pemilik rumah untuk melindungi anggota keluarga dan juga benda berharga dari terjangan banjir.
Dengan adanya pemasangan tiang penyangga yang tinggi, pemilik rumah juga dapat memanfaatkan area kolong rumahnya secara optimal.
Misalnya untuk keperluan pemeliharaan hewan ternak, seperti ayam, babi, dan domba. Area kolong rumah juga bisa mereka manfaatkan untuk menyimpan peralatan pertanian dan perkebunan.
Keunikan Rumah Adat Banoa Sibatang
Ada cukup banyak keunikan yang bisa kamu jumpai pada rumah adat milik Suku Kalumpang ini.
Salah satunya adalah tinggi kolong rumah yang berbeda-beda karena faktor status sosial pemiliknya yang berbeda-beda pula.
Seperti yang sudah pernah diinformasikan sebelumnya bahwa tinggi tiang penyangga sebuah rumah adat Banua Batang melambangkan status sosial pemiliknya.
Semakin tinggi tiangnya, artinya semakin tinggi pula status sosial pemilik rumah tersebut.
Jadi, tak perlu heran jika dalam suatu daerah kamu akan menemui rumah Banua Sibatang dengan tinggi kolong yang berbeda-beda.
Keunikan lainnya terletak pada atapnya yang mirip dengan atap Rumah Tongkonan khas Suku Toraja.
Sedangkan faktanya, masyarakat Suku Kalumpang meyakini bahwa mereka berasal dari Suku Bangsa Austronesia.
Bukti adanya pengaruh dari budaya Suku Bangsa Austronesia adalah bagian struktur lantai rumah yang dibuat mirip dengan rakit.
Bagaimana, sangat unik, bukan? Dari penjelasan di atas setidaknya kamu akan memiliki sebuah gambaran yang jelas dan utuh seputar rumah adat Banoa Sibatang ini.
Namun jika kamu ingin tahu lebih detail lagi, kamu bisa gunakan referensi, baik buku atau referensi online seperti website mengenai rumah adat Indonesia.
Atau, bisa juga gunakan alternatif lainnya seperti mengunjungi Kabupaten Mamuju untuk melihat secara langsung fasad rumah adat tersebut.
Dengan melihatnya secara langsung, kamu akan mengetahui bentuk aslinya lengkap dengan detailnya yang jauh lebih menarik.