Rumah Adat Aceh

Aceh, dengan segala kekayaan sejarah dan budayanya yang mempesona, menawarkan berbagai warisan budaya yang patut diperhatikan. Salah satunya yaitu Rumoh Aceh, sebuah rumah adat yang nggak cuma berguna sebagai tempat tinggal, tapi juga mencerminkan kehidupan dan kebudayaan masyarakat Aceh itu sendiri.

Rumoh Aceh, dengan arsitektur uniknya dan bahan konstruksi yang digunakan, setiap elemennya menceritakan tentang kekayaan budaya dan kearifan lokal Aceh.

Bahkan, struktur ruang di dalam rumah ini mencerminkan tatanan sosial dan budaya yang telah ada sejak zaman dahulu.

Mari kita lebih mengenal Rumoh Aceh, rumah adat Aceh yang kaya akan sejarah dan nilai budaya.

Mulai dari struktur ruangannya, elemen-elemen penyusunnya, berbagai ukiran yang ada, hingga makna filosofis yang terkandung di dalamnya.

Sejarah Rumah Adat Aceh

Menurut buku “Arsitektur Rumah Tradisional Aceh” karya Herman RN, Rumoh Aceh adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat Aceh untuk merujuk pada rumah tempat mereka tinggal.

Pada masa lalu, masyarakat setempat biasanya mendesain rumah mereka dengan gaya yang hampir sama, yaitu berbentuk panggung yang terbuat dari kayu dan memiliki tiga bagian serambi: depan, tengah, dan belakang.

Desain Rumoh Aceh ini bukan tanpa alasan. Disebutkan bahwa desain tersebut erat kaitannya dengan keyakinan masyarakat Aceh di masa lampau.

Bagi mereka, Rumoh Aceh bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga representasi dari keyakinan mereka terhadap Tuhan dan alam semesta.

Keyakinan ini tercermin dari bahan-bahan yang digunakan dalam pembangunan Rumoh Aceh, yang semuanya berasal dari alam, seperti tiang dari kayu pilihan, dinding dari papan kayu atau rumbia, dan lainnya.

Uniknya, bagian-bagian dari Rumoh Aceh ini tidak dipaku dengan besi, melainkan dengan pasak atau tali dari rotan.

Dengan demikian, Rumoh Aceh juga dapat dianggap sebagai bentuk penghargaan dan rasa syukur masyarakat terhadap kekayaan alam yang telah diberikan oleh Tuhan.

Fungsi Rumah Adat Aceh

Rumah adat Aceh, atau Rumoh Aceh, memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat setempat.

Lebih dari sekadar tempat tinggal, Rumoh Aceh adalah simbol budaya dan spiritualitas yang kuat.

Rumoh Aceh tidak hanya menjadi hunian bagi keluarga, tetapi juga menjadi tempat pelaksanaan upacara adat, pertemuan komunitas, dan aktivitas keagamaan.

Selain itu, rumah adat ini juga merefleksikan hubungan harmonis antara manusia dan alam, yang ditunjukkan melalui penggunaan bahan bangunan alami.

Oleh karena itu, Rumoh Aceh bukan hanya merupakan manifestasi arsitektur tradisional yang memperindah lanskap budaya Aceh, tetapi juga menjadi pusat aktivitas sosial, budaya, dan keagamaan yang memperkuat identitas dan nilai-nilai masyarakat Aceh secara umum.

Ciri Khas dan Keunikan Rumah Adat Aceh

Rumah adat Aceh memiliki karakteristik yang khas dan unik. Bangunan rumah ini terbuat dari kayu dan berdiri di atas tiang dengan konstruksi yang memanjang.

Struktur panggung pada rumah ini berfungsi sebagai perlindungan bagi penghuni dari ancaman binatang buas dan risiko banjir.

Jumlah tiang pada rumah adat Aceh menunjukkan banyaknya ruangan di dalamnya.

Contohnya, rumoh aceh dengan 16 tiang biasanya mempunyai tiga ruangan, sementara rumah dengan 18, 22, atau 24 tiang biasanya mempunyai lebih dari lima ruangan.

Bagian-bagian Rumah Adat Aceh

Rumah adat Aceh memiliki tiga bagian utama yang menjadi ciri khasnya, yaitu serambi depan, serambi tengah, dan serambi belakang.

Serambi Depan

Serambi depan adalah bagian penting dari rumah adat Aceh. Biasanya terletak di bagian depan rumah, serambi depan berfungsi sebagai tempat untuk menyambut tamu, berkumpul bersama keluarga, atau mengadakan acara sosial.

Dengan desain terbuka, serambi depan menciptakan suasana yang ramah dan terbuka bagi siapa pun yang datang.

Dekorasinya sering melibatkan perabotan seperti bangku atau kursi kayu yang dihiasi dengan ukiran tradisional Aceh, memberikan nuansa estetika yang khas.

Serambi Tengah

Serambi tengah adalah bagian rumah adat Aceh yang terletak diantara serambi depan dan belakang. Bagian ini berfungsi sebagai ruang transit atau tempat untuk meletakkan barang-barang sehari-hari.

Kadang-kadang, serambi tengah juga digunakan sebagai tempat penyimpanan peralatan rumah tangga atau sebagai ruang untuk aktivitas ringan, seperti membaca atau menonton.

Serambi Belakang

Serambi belakang biasanya terletak di bagian belakang rumah adat Aceh. Areal ini biasanya digunakan untuk tempat melakukan kegiatan sehari-hari seperti memasak, mencuci pakaian, atau mengeringkan hasil pertanian.

Selain itu, serambi belakang juga bisa digunakan sebagai tempat istirahat atau bersantai pada sore hari, terutama saat udara menjadi sejuk.

Biasanya, serambi belakang mempunyai akses langsung ke dapur atau tempat penyimpanan bahan makanan, menjadikannya sebagai pusat kegiatan domestik dalam rumah adat Aceh.

Elemen Rumoh Aceh

Rumoh Aceh, rumah adat Aceh, terdiri dari berbagai elemen yang masing-masing memiliki fungsi dan makna tersendiri:

  1. Tameh: Ini adalah tiang yang berfungsi sebagai penyangga badan rumah.
  2. Tameh Raja: Tiang utama ini diletakkan di sisi kanan pintu masuk.
  3. Tameh Putroe: Tiang utama ini diletakkan di sisi kiri pintu masuk.
  4. Gaki Tameh: Alas tiang ini terbuat dari batu sungai dan berfungsi sebagai penyangga tiang kayu agar tidak masuk ke dalam tanah.
  5. Rok: Balok pengunci ini menguatkan antar ujung setiap balok penyusun rumah.
  6. Thoi: Balok pengunci ini memiliki arah yang tegak lurus dengan rok.
  7. Peulangan: Ini adalah tempat bertumpu dinding interior.
  8. Kindang: Ini adalah tempat bertumpu dinding eksterior.
  9. Aleue: Lantai rumah ini terbuat dari papan berbilah kecil.
  10. Lhue: Balok rangka ini berfungsi untuk menyangga lantai.
  11. Neudhuek Lhue: Ini adalah tempat bertumpu lhue.
  12. Binteh: Ini adalah dinding rumah.
  13. Binteh Cato: Ini adalah dinding catur.
  14. Tingkap: Jendela ini dibuat berukuran kecil pada sisi rumah.
  15. Pinto: Ini adalah pintu rumah.
  16. Rungka: Ini adalah rangka atap.
  17. Tuleueng Rhueng: Balok wuwung ini berfungsi sebagai tempat bersandar kaso pada ujung atas yang terbuat dari kayu ringan agar tidak memberatkan beban atap.
  18. Gaseue Gantong: Ini adalah kaki kuda-kuda.
  19. Puteng Tameh: Bagian ujung tiang ini dipahat sebagai penyambung balok.
  20. Bui Teungeut: Potongan kayu ini berfungsi sebagai penahan neudhuek gaseue.
  21. Taloe Pawai: Tali pengikat atap ini diikatkan pada ujung bui teungeut.
  22. Tulak Angen: Rongga ini berfungsi sebagai tempat berlalunya angin pada dinding sisi rumah yang berbentuk segitiga.

Macam-macam Rumah Adat Aceh Beserta Nama dan Gambarnya

Rumah Adat Krong Bade

Rumah Adat Krong Bade

Rumah Krong Bade, yang juga dikenal sebagai Rumoh Aceh, adalah rumah adat Aceh Utara yang berlokasi di Nanggroe Aceh Darussalam.

Seperti rumah tradisional pada umumnya, Rumah Krong Bade banyak menggunakan bahan alam. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal, ukiran yang ada di dalam rumah ini juga menjadi indikator status ekonomi pemiliknya.

Rumah Krong Bade memiliki bentuk persegi panjang yang memanjang dari timur ke barat. Rumah ini dilengkapi dengan tangga di bagian depan yang berfungsi sebagai akses masuk ke dalam rumah.

Tinggi tangga ini sekitar 2,5 hingga 3 meter dari permukaan tanah. Biasanya, anak tangga pada Rumah Krong Bade berjumlah ganjil, sekitar 7 hingga 9 anak tangga.

Variasi ukiran yang ada di Rumah Krong Bade sangat bergantung pada kondisi ekonomi pemiliknya.

Semakin banyak ukiran yang ada di dinding rumah, menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan ekonomi pemilik rumah semakin tinggi.

Salah satu contoh rumah adat Aceh Utara yang telah dilestarikan oleh pemerintah adalah rumah adat Cut Meutia.

Meski bukan merupakan rumah asli dari pahlawan nasional Cut Meutia, rumah adat ini telah direkonstruksi secara keseluruhan untuk melestarikan budaya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Umah Pitu Ruang

Umah Pitu Ruang

Umah Pitu Ruang adalah rumah adat masyarakat Gayo berbentuk panggung yang menjadi tempat tinggal bagi keluarga besar, terdiri dari 12 kepala keluarga. Rumah ini dibangun secara gotong royong.

Umah Pitu Ruang memiliki enam lokal di sebelah kanan dan enam lokal di sebelah kiri, dengan umah rinung atau kamar tidur berada di tengah-tengah rumah.

Dengan demikian, rumah ini memiliki 12 bagian. Ketujuh bagian lainnya termasuk lepo dan dapur anyung atau beranda.

Meskipun setiap Umah Pitu Ruang mungkin memiliki ukuran yang berbeda, bentuknya pada umumnya sama.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembangunan rumah ini berasal dari hutan, termasuk kayu jempa, kayu kuli, dan jenis kayu lainnya yang memiliki nilai yang sama.

Bangunan ini didukung oleh 39 tiang besar, termasuk sebuah tiang istimewa yang disebut Reje tiang atau Raja tiang, yang ditegakkan di tengah-tengah rumah.

Tiang-tiang ini diletakkan di atas batu yang berfungsi sebagai fondasi. Tiang-tiang ini memiliki berbagai bentuk, ada yang bundar dan ada juga yang bersegi-segi.

Rungko

Rungko

Jika Anda berkunjung ke Aceh Selatan, tepatnya di Kecamatan Kluet Tengah, Anda akan menemukan sebuah rumah adat yang dikenal dengan nama Rungko.

Rumah ini adalah peninggalan dari Imam Hasbiyallah Muhammad Teuku Nyak Kuto, yang merupakan Raja Menggamat.

Bangunan bersejarah ini, yang telah berdiri sejak tahun 1861, masih terawat dengan baik hingga saat ini. Yang menarik dari Rungko adalah bahan dasarnya yang terbuat dari kayu.

Namun, ini bukanlah kayu biasa. Proses penebangannya memakan waktu beberapa tahun, sehingga tidak mengherankan jika rumah ini masih lestari hingga sekarang.

Nama “Rungko” sendiri memiliki makna filosofis. Ini merupakan simbol dari rangka atau kerangka yang menjadi pemersatu empat marga suku Kluet di Aceh Selatan pada masa itu.

Dengan kata lain, segala bentuk musyawarah dan pengadilan masyarakat dilakukan di rumah ini. Dari segi model, Rungko tidak jauh berbeda dengan rumah panggung Aceh lainnya.

Namun, yang membedakannya adalah ornamen dan motif yang digunakan, yang mencirikan identitas khas suku Kluet.

Sapo Jojong

Sapo Jojong

Sapo Jojong adalah rumah adat yang menawan dan eksotis, merupakan warisan dari suku Pakpak Aceh. Keunikan dan keindahan rumah ini seringkali menarik perhatian wisatawan.

Dalam bahasa Aceh, “jojong” berarti menara rumah, mencerminkan karakteristik rumah ini yang memiliki menara di bagian atapnya. Sebagai hiasan, tanduk kerbau ditempatkan di kedua ujung bubungan atau penutup atap.

Rumah Jojong memiliki penampilan yang unik, menunjukkan bahwa ini bukanlah rumah biasa. Pada masa lalu, rumah ini hanya ditempati oleh raja dan keluarga terdekatnya.

Tempat singgahan raja bahkan ditempatkan lebih tinggi dibandingkan tempat lainnya.

Fungsi rumah ini cukup beragam. Bagian depan rumah digunakan sebagai tempat para ibu suku Pakpak melakukan kegiatan menganyam, sementara anak muda menggunakan rumah ini sebagai tempat bertamu dan bercengkrama.

Ada satu fakta unik lainnya tentang rumah adat ini. Di balik keindahan mahkotanya, ternyata rumah ini juga digunakan sebagai area untuk mengawetkan mayat raja untuk tujuan berziarah.

Sapo Bellen Sinanggel

Sapo Bellen Sinanggel

Berbeda dengan beberapa rumah adat Aceh lainnya, rumah adat aceh satu ini dihadirkan sebagai penanda identitas masyarakat Kabupaten Singkil. Singkil sendiri adalah salah satu etnis yang telah lama tinggal di Aceh.

Rumah adat Singkil yang diresmikan tahun 2017 itu dibuat serupa dengan rumah tradisional Aceh lain yakni dengan model panggung.

Rumah Rangkang

"</p

Berikutnya ada rumah adat Aceh bernama Rangkang. Dari segi penampilan, Rangkang tidak terlalu berbeda dengan rumah tradisional Aceh lainnya yang telah disebutkan sebelumnya.

Hal ini karena Rangkang dibuat dengan desain yang tampak sangat sederhana. Bagian utama rumah ini terbuat dari kayu biasa, sementara atapnya dibuat dari daun rumbia.

Pemilihan desain dan bahan ini didasarkan pada tujuan utama dari Rangkang, yaitu sebagai tempat beristirahat bagi para petani setelah beraktivitas seharian.

Rumah Adat Santeut

Rumah Adat Santeut

Rumah ini juga dikenal dengan nama Tampong Limong. Desainnya cukup sederhana, dan banyak digunakan oleh masyarakat setempat. Tiang bangunan ini dibuat dengan ketinggian yang sama, yaitu sekitar 1,5 meter.

Material yang digunakan untuk membangun Tampong Limong ini juga jauh lebih murah dibandingkan dengan Krong Bade.

Atap rumahnya terbuat dari daun rumbia, sementara lantainya dibuat dari belahan bambu yang ditata atau dijajar dengan rapat.

Belahan bambu ini tidak hanya digunakan sebagai lantai, tetapi juga karena sirkulasi udara yang dihasilkannya jauh lebih baik. Dengan demikian, lantai dan ruangan di dalam rumah tidak akan terasa lembab, melainkan lebih sejuk.

Rumah Santeut ini biasanya tidak terlalu luas. Oleh karena itu, bagian kolong rumah biasanya digunakan sebagai tempat untuk mengadakan acara-acara rumahan tertentu atau untuk menerima tamu.

Makna Filosifis Desain Rumah Adat Aceh

makna filosofis rumah adat aceh

Rumah panggung di Aceh, yang merupakan bagian dari ragam rumah adat di daerah tersebut, memiliki desain yang unik dan penuh makna filosofis.

Meski tampak tidak biasa, desain ini memiliki makna mendalam bagi kehidupan masyarakat Aceh di masa lalu.

Rumah Berbentuk Panggung

Rumoh Aceh dibangun dengan bentuk panggung sebagai simbol keselamatan dari gangguan alam dan sosial.

Dengan jarak antara tanah dan lantai sekitar 2,5 – 3 meter, ruang di bawah rumah dapat digunakan untuk berbagai aktivitas, seperti tempat beristirahat, menyimpan hasil panen, atau tempat bermain anak-anak.

Tinggi rumah juga melindungi penghuni dari serangan hewan buas dan banjir.

Jumlah Anak Tangga Ganjil

Setiap rumah memiliki tangga dengan jumlah anak tangga ganjil. Menurut kepercayaan masyarakat Aceh, angka ganjil adalah bilangan khas yang sulit ditebak.

Desain Pintu Rendah

Tinggi pintu Rumoh Aceh hanya sebatas tinggi orang dewasa. Ini mengandung makna bahwa setiap tamu harus menunjukkan rasa hormat kepada tuan rumah.

Sisi Rumah Menghadap Timur dan Barat

Rumoh Aceh selalu dibuat menghadap ke arah barat dan timur, dengan salah satu sisinya menghadap kiblat. Desain ini juga bertujuan untuk melindungi rumah dari angin badai.

Atap Rumah dari Daun Rumbia

Atap Rumoh Aceh terbuat dari daun rumbia yang dianyam. Daun ini dipilih karena ringan dan memberikan hawa sejuk ke dalam rumah.

Lantai Papan Tidak Dipaku

Lantai rumah ini terbuat dari papan kayu yang tidak dipaku, melainkan hanya disematkan, sehingga mudah untuk dilepas pasang.

Pohon Besar di Luar Rumah

Di bagian luar rumah, biasanya ditanam pohon besar yang berfungsi sebagai penahan angin dan banjir.

Warna Rumah

Selain struktur dan jumlah tiang, rumah adat Aceh juga unik dalam penggunaan warna-warni yang memiliki makna filosofis.

Warna kuning melambangkan kekuatan, kehangatan, dan memberikan kesan cerah. Warna merah, khususnya yang digunakan dalam ukiran, melambangkan semangat yang berapi-api.

Penggunaan warna putih digunakan sebagai simbol kesucian dan kebersihan, sementara warna hijau melambangkan kesejukan, kehangatan, dan kesuburan.

Untuk penjelasan tentang rumah adat aceh lebih detail dapat Kamu baca pada buku “Rumoh Aceh” karya Rinaldi Mirsa atau bisa klik di sini.