Saat mengunjungi kawasan Halmahera Barat, mungkin kamu akan menemui beberapa rumah adat Sasadu sebagai bentuk peninggalan nenek moyang masyarakat Suku Sahu.
Meskipun disebut rumah adat, rumah adat Maluku Utara ini sebenarnya bukan untuk tempat tinggal sehari-hari. Bangunan ini lebih berfungsi untuk tempat pertemuan masyarakat Sahu untuk beragam kegiatan.
Karena kegunaannya sering untuk tempat pertemuan masyarakat, rumah adat Sasadu banyak ada di berbagai daerah Halmahera.
Rumah ini menjadi simbol penting bagi masyarakat Sahu. Di sini, mereka bisa menjalankan berbagai upacara adat, mulai dari ritual, pernikahan, hingga menerima tamu dari luar suku.
Meskti terlihat tempat yang sakral, rumah sasadu juga sering untuk tempat nongkrong atau sekedar berteduh. Jadi, fungsinya nggak cuma terbatas untuk acara-acara tertentu saja.
Rumahnya berbentuk unik, kemudian menggunakan material alam tanpa perekat maupun paku sedikitpun sebagai penggabungnya.
Memangnya rumah tidak roboh? Sepertinya sudah menjadi tradisi nenek moyang zaman dulu yang ingin menjaga kearifan lokal daerah tanpa mencampurkan budaya lain. Bagaimana sejarah rumah Suku Sahu Sasadu?
Berikut ini pembahasan lengkapnya mengenai rumah adat Halmahera Barat, Maluku Utara.
Sejarah Terbentuknya Rumah Adat Sasadu
Masyarakat Desa Gamtala pertama kali membangun rumah Sasadu sekitar tahun 1920. Beberapa saat terjadilah perpindahan penduduk sebanyak 3 kali mulai dari Kampung Tua Gamdowora ke Gamgono.
Hal ini membuat masyarakat Gamtala menyebar, lalu membangun Sasadu sebagai tempat tinggal baru.
Suku Sahu Halmahera Barat, Maluku Utara dulu menggunakan rumah Sasadu sebagai tempat bertemu para tetuah adat serta melaksanakan ritual Makan Adat Orom Sasadu.
Ritual makan menjadi bentuk syukur masyarakat Sahu setelah panen padi, kemudian saling berbagi kepada tetangga sekitarnya.
Masyarakat menyelenggarakan upacara Makan Adat Orom Sasadu setahun sekali sebagai lambang perahu perang terbalik atau Kangunga Tego-Tego.
Warga Halmahera Barat akan melaksanakan upacara syukuran selama 7 hari 7 malam dalam rumah Sasadu yang terasnya berukuran sangat luas.
Ada juga upacara syukuran lainnya selain Orom Sasadu, yaitu Sa’ai Mago, yang diadakan setelah menanam benih padi di sawah, tepatnya saat tanaman padi berumur dua atau tiga minggu.
Sa’ai artinya memasak, sedangkan ngo’a berarti anak. Acara ini berlangsung selama tiga hari tiga malam, dirayakan dengan penuh kegembiraan oleh masyarakat.
Tradisi-tradisi di dalam rumah ini tetap ada meskipun kepercayaan animisme yang dulu dianut oleh masyarakat Sahu sudah mulai ditinggalkan.
Rumah adat Maluku Utara Sasadu merupakan simbol penting bagi masyarakat Sahu, sehingga kamu bisa menemukannya saat mengunjungi daerah Halmahera.
Berkat adanya rumah Sasadu, masyarakat dahulu dapat melangsungkan beragam urusan adat istiadat seperti pernikahan, ritual, dan penerimaan tamu suku.
Sekarang, siapa saja bisa ikut menyaksikan berbagai ritual yang diadakan di rumah Sasadu, termasuk wisatawan yang datang ke Halmahera Utara.
Ritual adat tersebut memang telah menjadi bagian dari promosi wisata daerah Maluku Utara. Contohnya, ritual Orom Sasadu yang merupakan salah satu rangkaian acara di Festival Teluk Jailolo yang digelar setiap tahun.
Menariknya, festival ini bahkan masuk dalam daftar 100 Acara Nasional Pariwisata yang dirilis oleh Kementerian Pariwisata Republik Indonesia.
Bentuk Arsitektur Rumah Sasadu
Rumah Sasadu ini unik banget karena sama sekali nggak pakai paku atau sekrup untuk nyambungin balok-balok dan pilar-pilarnya. Sebagai gantinya, mereka pakai bahan-bahan alami dari tanah Halmahera Barat.
Atap rumah ini menjulang tinggi di kedua ujungnya dan ada dua bulatan yang dibungkus ijuk tergantung di situ.
Yang bikin keren lagi, rumah adat ini nggak punya dinding sama sekali di keenam sisinya, jadi semua sisi bisa jadi pintu masuk.
Ini melambangkan keterbukaan dan keramahan suku Sahu yang siap menyambut siapa saja yang datang. Di dalam rumah Sasadu, ada ukiran-ukiran telapak kaki, ikan, dan wajah manusia yang penuh dengan makna.
Ujung-ujung atapnya juga dihiasi dengan ukiran berbentuk haluan dan buritan perahu, menambah kesan khas rumah adat ini.
Walaupun terkesan sebagai tempat sakral, namun masyarakat setempat biasa menggunakan rumah adat untuk bersantai layaknya tempat tinggal.
Bagaimana arsitektur rumah Sasadu? Rumah adat merupakan bagian dari keragaman budaya Indonesia yang memiliki struktur unik tersendiri lho.
Arsitektur Bagian Atap
Atap rumah dari Suku Sahu ini terdiri dari beberapa lembaran berjumlah tujuh yang oleh masyarakat setempat disebut ngatumding.
Bagian atap terbuat dari susunan daun pohon sagu 1,5 meter, Suku Sahu akan menyambung susunan daun menggunakan tali bambu.
Ada juga masyarakat Halmahera yang menggunakan daun kelapa sebagai atap, kemudian menyambungnya bersama tali bambu berbentuk kerangka.
Di bagian atapnya, terdapat sebuah bola-bola yang digantung di ujung bilah kayu. Hal ini melambangkan kaki yang bermakna kestabilan.
Bola-bola itu diarahkan merunduk, bertolak belakang dengan atap yang menjulang ke atas. Maksudnya adalah, meski seseorang berada di posisi puncak, tetap harus rendah hati.
Atap rumah sasadu berukuran lebih pendek dari rumah pada umumnya, sehingga setiap tamu yang berkunjung harus menundukkan kepalanya.
Biasanya masyarakat tidak menaruh loteng pada bagian langit-langit bangunan karena memiliki makna filosofis tersendiri bagi Suku Sahu, Halmahera Barat.
Bagian Bawah Bangunan
Material pada kerangka rumah sasadu biasanya menggunakan bahan alami seperti pohon sagu atau kelapa, kayu dan bambu.
Jika bangunan pada umumnya menggunakan paku untuk memperkuat sambungan, masyarakat Suku Sahu lebih memilih merekatkannya dengan pasak kayu sekaligus untuk memperkuat struktur bangunannya.
Zaman dulu lantai rumah Sasadu terbuat langsung dari tanah padat, namun sekarang bagian lantai sudah menggunakan semen agar lebih mudah membersihkannya.
Atas lantai bangunan terdapat enam buah dego-dego (kursi panjang) sebagai tempat duduk kaum laki-laki dan perempuan.
Bagian Tengah Rumah Sasadu
Di bagian tengah bangunan yang berfungsi sebagai tempat musyawarah, konstruksinya dibuat terbuka tanpa dinding dan hanya ditopang oleh tiang-tiang dengan alas batu.
Setiap tiang punya nama masing-masing, seperti Ngasu u lamo yang ada di pusat bangunan, Ngusu u d’ud’un yang berada di sepanjang tepi luar, dan Ngasu u taba yang terletak di antara Ngasu u lamo dan Ngusu u d’ud’un.
Bentuk Arsitektur Tampak Luar
Berdasarkan rumah adat Maluku Utara Sasadu, bentuk arsitekturnya bersegi delapan dari arah timur ke barat.
Tengah bangunan seperti pelana yang memiliki simbol tersendiri. Bangunan luar memang mirip kapal perang Suku Sahu, berbentuk empat persegi panjang geometris dari denah.
Keunikan dan Filosofi Rumah Sasadu Halmahera Barat
Bagian Atas Tidak Terdapat Loteng
Mengapa suku Sahu tidak memberi loteng dalam setiap rumahnya? Bagian mengandung makna Ketuhanan.
Tidak adanya loteng untuk menggambarkan makluk hidup yang ada di bumi perlu menengadah ke langit, masyarakat percaya hanya Tuhan yang menguasai bumi maupun langit.
Memiliki 12 Tiang Tengah dan 12 Tiang Pinggir
Tahukah kamu tiang dalam rumah Sasadu memiliki arti filosofis tentang kemanusiaan.
Tiap mahluk hidup akan berusaha mempertahankan hidupnya dengan menyempurnakan penguasa serta usaha diri sendiri dalam bertahan hidup. Lalu bagaimana dengan bentuk bangunan menyerupai kapal?
Bangunan Menyerupai Kagunga Tagi-Tagi
Buat orang Sahu, Sasadu itu ibarat kapal perang dari Kerajaan Ternate yang disebut Kagunga.
Sasadu sering disebut sebagai Kagunga Tego-tego, yang berarti kapal perang yang merapat di pantai.
Karena itulah, Sasadu selalu dibangun memanjang dari arah darat ke gunung dan ditempatkan di tengah kampung.
Ada juga Kagunga Tagi-Tagi, kapal perang yang punya makna khusus bagi suku Sahu terkait penghormatan pada leluhur yang datang dari jauh dengan perahu.
Suku Sahu percaya kalau kapal itu kendaraan roh, jadi mereka menerapkan konsep ini dalam desain rumah mereka.
Punya Beberapa Pintu Masuk
Sasadu punya banyak pintu di setiap sudut bangunannya, dan tiap pintu punya filosofi tersendiri yang menggambarkan struktur hierarki masyarakat Sahu.
Pintu yang terletak di sudut-sudut rumah di bawah atap segitiga adalah pintu yang bisa digunakan oleh siapa saja dari semua lapisan masyarakat.
Sementara pintu lainnya yang terdapat di tengah biasanya digunakan oleh para pemimpin atau petinggi setempat.
Bendera Merah dan Putih
Sisi filosofis menarik lainnya adalah terdapat dua bendera warna merah dan putih yang terpasang di sambungan rangka bangunan.
Kain ini melambangkan persatuan antara pemeluk agama Kristen dan Islam. Ini menggambarkan bagaimana orang-orang dari dua agama bisa hidup rukun dan berdampingan dengan harmonis dalam kehidupan sehari-hari di Halmahera.
Fungsi Rumah Sasadu
Rumah Sasadu memiliki beberapa fungsi penting bagi Suku Sahu diantaranya tempat melaksanakannya demokrasi masyarakat, pelaksanaan upacara adat, dan tempat melakukan musyawarah.
Meski begitu, rumah Sasadu bisa menjadi tempat santai warga sambil melakukan aktivitas bersama-sama.
Rumah adat Sasadu memang terkenal memiliki nilai filosofis tinggi, dimana masyarakat selalu berusaha menghubungkan bagian arsitektur dengan Tuhan, manusia, dan kehidupan.
Setiap desa di Halmahera Barat, Maluku Utara pastinya memiliki rumah adat seperti ini sebagai tempat pertemuan.