Rumah Adat Musalaki

Rumah Musalaki adalah salah satu rumah adat Nusa Tenggara Timur yang cukup terkenal. Karena bentuknya yang cukup unik pemerintah menjadikannya sebagai lambang Provinsi NTT.

Sebagai ikon yang digunakan dalam lambang dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamu dapat dengan mudah menemui Rumah Musalaki ini.

Karena menjadi lambang provinsi, desain bangunan pemerintahan seperti kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten di Nusa Tenggara Timur banyak mengadopsi konsep dari rumah Musalaki.

Beberapa masyarakat biasa di beberapa daerah juga telah menggunakannya sebagai tempat tinggal.

Rumah adat Musalaki mempunyai beberapa keunikan dan ciri khas yang membedakannya dengan rumah adat di daerah lainnya. Nah, untuk lebih jelasnya bisa Kamu baca dalam artikel ini.

Sekilas Tentang Rumah Adat Musalaki

Rumah Musalaki aslinya adalah rumah adat yang berasal dari masyarakat suku Ende Lio. Nama ‘Musalaki’ diambil dari bahasa Ende Lio, di mana ‘mosa’ berarti ‘ketua’ dan ‘laki’ berarti ‘adat’.

Bila digabungkan, artinya yaitu ‘ketua adat’ atau ‘kepala suku’. Oleh karena itu, rumah Musalaki menjadi tempat tinggal bagi tetua atau kepala suku dalam masyarakat suku Ende Lio.

Sesuai namanya, rumah musalaki memiliki fungsi utama sebagai tempat tinggal bagi para ketua adat atau kepala suku, terutama bagi suku Ende Lio.

Selain sebagai hunian kepala suku, rumah adat ini juga sering untuk tempat ritual upacara adat, kegiatan musyawarah adat, serta berbagai macam acara adat lainnya.

Bentuk Rumah Adat Musalaki adalah persegi empat dengan atap yang menjulang tinggi, melambangkan kesatuan dengan sang pencipta.

Bentuk atapnya mirip seperti layar perahu, melihat cerita nenek moyang Suku Ende Lio yang terbiasa berlayar menggunakan perahu.

Di bagian atas atapnya, terdapat dua ornamen penting yaitu kolo Musalaki (kepala rumah keda) dan kolo ria (kepala rumah besar). Kedua bangunan ini memiliki hubungan spiritual.

Gambar Arsitektur Rumah Adat Musalaki

Struktur Bagian Bawah

Struktur Pondasi Kuwu Lewa

struktur pondasi rumah musalaki

Bagian bawah atau ‘Struktur Kuwu Lewa Rumah Musalaki’ didesain dengan konsep rumah panggung, namun ketinggian tiangnya tidak terlalu tinggi.

Tujuannya adalah agar lantai rumah panggung tidak lembab. Akibatnya, sirkulasi udara di bagian bawah rumah dapat berjalan dengan baik.

Pondasi pada bangunan rumah ini menggunakan batu berbentuk lonjong yang diletakkan secara vertikal di atas batuan besar yang sudah datar.

Menurut Suku Ende Lio, ‘leke lewu’ berarti tiang kolom bangunan, dan batu datar ini terbentuk secara alami, bukan oleh manusia.

Karena materialnya dari batu, rumah adat Nusa Tenggara Timur ini mempunyai ketahanan yang kuat terhadap bencana alam seperti gempa bumi. Kolom bangunannya sangat kokoh dan tidak mengalami keretakan.

Struktur Maga (Lantai)

struktur lantai rumah musalaki

Struktur lantai pada rumah adat Musalaki, dalam bahasa Ende Lio, biasa disebut ‘maga.’ Maga pada rumah musalaki terbuat dari bilah papan yang disusun sejajar dengan sistem satu arah.

Lantai rumah ini terdiri dari dua bagian yaitu lantai tenda teo (teras gantung) dan lantai koja ndawa (lantai ruang dalam). Perbedaan tinggi antara keduanya menjadi pembeda.

Tujuan pembuatan lantai dari bilah papan ini adalah agar udara yang melewati kolong rumah dapat masuk ke ruang atas, seperti penjelasan pada bagian pondasi sebelumnya.

Selain itu, penggunaan lantai papan membantu mengurangi kelembapan di dalam bangunan. Ketinggian lantai rumah Musalaki juga berbeda dari rumah adat lainnya, berkisar antara 60 hingga 100 sentimeter dari permukaan tanah.

Struktur Rumah Bagian Atas

Struktur Mega

Lantai pada rumah adat Musalaki, dalam bahasa Ende Lio, biasa disebut ‘wisu’ atau ‘tiang kolom.’ Terdapat empat buah wisu penyangga yang ditopang oleh isi ine wawo (balok kayu palang bagian atas) dengan panjang 400 cm, yang selanjutnya ditopang oleh isi mbasi (balok kayu palang bagian bawah) berpanjang 450 cm.

Bangunan Musalaki tidak memiliki dinding pembatas ruang. Tinggi masing-masing wisu pada bangunan Musalaki sekitar 120 cm, dengan bentuk yang berbeda-beda.

Wisu memiliki bentuk bulat di bagian bawah dan menyerupai kerucut segi empat di bagian atas. Setiap wisu memiliki ukiran khas yang mengandung filosofi bagi masyarakat Suku Ende Lio.

Antara tiang kolom samping kanan dan kiri Musalaki, terdapat leke raja, yaitu satu tiang badan rumah dengan panjang 120 cm.

Leke raja menghubungkan dengan tiang mangu (tiang nok) yang panjangnya 450 cm untuk menahan bubungan yang membentuk atap rumah.

Isi mbasi wawo (balok kayu palang bagian atas) dengan panjang 650 cm mengikat tiang mangu. Pada rumah Musalaki, tiang leke raja dan tiang mangu menjadi satu, dan kayu palang menghubungkan tiang mangu, disebut saka ubu (bubungan).

Pemasangan kedua tiang leke raja ini melibatkan seremonial adat Suku Ende Lio. Pada tiang leke raja dan mangu, terdapat seni ukiran dengan simbol binatang reptil dan lainnya.

Struktur Atap

kerangka atap rumah adat musalaki
kerangka atap rumah adat musalaki

Struktur paling atas pada rumah adat Musalaki adalah tiang mangu. Dalam bahasa Ende Lio, tiang ini disebut ‘wisu’ atau ‘tiang kolom.’

Fungsinya adalah sebagai pembentuk struktur kuda-kuda yang menghubungkan dengan saka ubu (bubungan atap).

Struktur kuda-kuda ini disebut ‘jara’ dan terbuat dari kayu palang yang menghubungkan ujung tiang mangu atau leke raja untuk membentuk bubungan atap Musalaki.

Pada bagian rangka atap, terdapat pella yang merupakan kayu palang untuk membentuk sudut bubungan, menghubungkan tiang mangu atau leke raja dengan tiang wisu.

Lare dan eba (gording) yang terbuat dari bilah bambu juga berperan sebagai penyangga kuda-kuda dan pella. Jarak antara mereka disesuaikan dengan ngu ki (alang-alang penutup atap).

Puncak atap, ate ubu, terbuat dari nao (ijuk) sebagai pengikat dan ki (alang-alang) yang dipasang secara selang-seling dari bawah ke atas.

Makna Filosofis Bentuk Rumah Adat Musalaki

Rumah adat sao keda bentuknya adalah persegi empat dengan atap yang menjulang tinggi. Hal tesebut melambangkan kesatuan dengan sang pencipta.

Bentuk atap ini diyakini menyerupai layar perahu, sebagaimana diceritakan oleh nenek moyang pertama Suku Ende Lio yang datang menggunakan perahu.

Di puncak bagian atas rumah, terdapat dua ornamen yang memiliki simbol: kolo sao keda (kepala rumah keda) dan kolo sao ria (kepala rumah besar), yang diyakini memiliki hubungan spiritual.

kolo sao keda & kolo sao ria

Keunikan Rumah Adat Musalaki

Rumah adat Musalaki dari masyarakat suku Ende Lio di Nusa Tenggara Timur memiliki beberapa keunikan yang membedakannya dengan rumah adat di daerah lainnya:

Dihuni oleh Pemimpin Daerah: Rumah Musalaki hanya diperuntukkan bagi kepala suku, lurah, atau camat. Fungsinya juga melibatkan upacara adat, ritual, musyawarah, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan masyarakat sekitar.

Pondasi Batu Lonjong: Pondasi diletakkan di atas batu besar yang terbentuk secara alami. Ini meminimalisir keretakan pada bangunan saat terjadi gempa atau bencana.

Lantai Bilah Papan: Lantai terbuat dari bilah papan yang disusun sejajar dan mengarah ke satu arah. Ketinggian papan berbeda untuk sirkulasi udara yang optimal.

Atap Jerami: Atap terbuat dari jerami yang disusun dan bertumpu pada rangka atap. Simbolis, atap menjulang tinggi menyerupai layar perahu, mengingat cerita nenek moyang Suku Ende Lio yang datang menggunakan perahu