Pernah dengar rumah adat bernama Nuwo Sesat? Rumah adat satu ini berasal dari Provinsi Lampung.
Rumah adat Lampung satu ini memiliki berbagai ciri khas unik dari segi arsitektur bangunan hingga makna filosofi.
Di bagian depan rumah adat Sumatera ini, ada ukiran ornamen bermotif perahu yang menjadi salah satu ciri khasnya.
Keunikan lain dari rumah adat Lampung ini yaitu terdapat hiasan payung-payung besar dengan warna kuning, merah dan putih pada atapnya.
Payung tersebut menjadi tanda untuk status tetua dalam masyarakat adat Lampung.
Sekilas Tentang Rumah Nuwo Sesat Lampung
Nuwo Sesat adalah rumah adat khas dari Provinsi Lampung yang berfungsi sebagai tempat pertemuan adat bagi para purwatin (Penyimbang) saat menyelenggarakan musyawarah adat atau pepung adat.
Karena perannya sebagai pusat kegiatan adat, Nuwo Sesat juga dikenal sebagai Balai Agung.
Rumah adat ini memiliki beberapa bagian penting, di antaranya Anjungan, yaitu serambi yang digunakan untuk pertemuan kecil, dan Pusiban, yang merupakan ruang utama untuk musyawarah resmi.
Selain itu, terdapat ruang Tetabuhan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat musik tradisional, ruang Gajah Merem sebagai area istirahat bagi para Penyimbang, serta Ijan Geladak, yaitu tangga masuk yang dilengkapi dengan atap.
Sejarah Nuwo Sesat Sebagai Rumah Adat Lampung
Sejarah pemberian nama rumah adat asalnya dari bahasa lampung “nuwo” yang memiliki arti hunian atau tempat tinggal dan kata “sesat” yang artinya adalah musyawarah.
Jaman dulu bangunan nuwo sesat berfungsi sebagai balai pertemuan adat para pepung adat (musyawarah) dan para purwatin (penyeimbang).
Bangunan ini memiliki nama lain “Balai Agung” karena memang sangat cocok sebagai tempat pertemuan.
Rumah adat ini awalnya dibangun sebagai balai pertemuan. Seiring waktu, rumah adat tersebut kemudian digunakan oleh para pemangku kepentingan di daerah setempat sebagai tempat untuk berdiskusi dan mencari solusi dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Hal ini didasari oleh kepercayaan masyarakat setempat bahwa musyawarah adalah cara terbaik untuk menyelesaikan konflik, terutama karena nilai-nilai adat masih sangat dijunjung tinggi di wilayah tersebut.
Bentuk Arsitektur Nuwo Sesat
Jika membahas tentang rumah adat, Nuwo Sesat atau Balai Agung juga memiliki keunikan tersendiri dari segi arsitektur bangunan.
Sebagai rumah panggung berukuran tinggi, biasanya bangunan tidak langsung menempel tanah melainkan menopang dari tiang-tiang kayu.
Bagian Atap Bangunan
Rumah terdiri atas atap bertipe segitiga atau piramida bermotif ukiran cantik, dimana materialnya terbuat dari anyaman ilalang.
Atapnya berukuran lebar terbuat dari anyaman ilalang berguna untuk melindungi rumah dari serangan hewan, antigempa, dan lebih ringan sebagai bangunan.
Tapi seiring berkembangnya zaman, atap ilalang sudah tergantikan dengan genting supaya lebih tahan lama.
Badan Rumah
Badan rumah berbentuk persegi panjang, dimana tinggi dindingnya setengah bangunan agar lebih mudah membentuknya panggung.
Kebanyakan Balai Agung memiliki tangga pada bagian tengah bangunan untuk memudahkan penghuninya mengakses seluruh area.
Pondasi bangunan Balai Agung umumnya menggabungkan batu kali atau batu bata, air berbentuk cakar ayam, coral, dan semen.
Bagian lantainya terbuat dari bahan kayu yang terpotong sempurna berbentuk lembaran persegi panjang dengan tekstur kuat dan padat.
Menggunakan Konsep Siger
Sebagai balai pertemuan banyak orang, rumah adat Lampung Nuwo biasanya menggunakan konsep “Siger” terutama pada bagian atapnya.
Siger merupakan simbol Provinsi Lampung mirip mahkota agung yang menggambarkan kekayaan sekaligus kejayaan saat upacara sakral.
Dinding bangunan juga menggunakan kayu bertekstur kuat anti rayap untuk menjaga kekokohan tempat hingga bertahun-tahun lamanya.
Bagian-bagian Rumah Nowou Sesat
Rumah tradisional Nowou Sesat umumnya dibangun mengikuti alur utama perkampungan. Rumah adat ini terdiri dari beberapa bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda.
Ruang utama yang dipakai untuk pertemuan atau musyawarah namanya adalah sesat atau bantaian. Sementara itu, bangunan tempat tinggal dikenal dengan nama Lamban, Lambahana, atau Nuwo.
Selain itu, terdapat ruangan khusus bernama Lamban Pamanohan untuk menyimpan stok bahan makanan serta benda pusaka yang dianggap keramat.
Untuk keperluan ibadah, tersedia bangunan seperti Mesjid, Mesigit, Surau, Rang Ngaji, atau Pok Ngajei.
Susunan ruang pada rumah adat Nowou Sesat didesain sesuai dengan pola sosial masyarakat setempat. Rumah adat ini memiliki beberapa ruangan, yaitu tepas, agung, kebik temen, kebik tengah, gaghang, dapur, dan ganyang besi.
Tepas
Tepas adalah ruang berbentuk serambi terbuka di depan rumah yang terkoneksi dengan tangga menuju rumah utama.
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan sering digunakan untuk berdiskusi dalam mencapai mufakat. Selain itu, penghuni rumah juga sering memanfaatkannya untuk tempat nongkrong atau tempat istirahat.
Ruang Agung
Ruang agung terletak lebih tinggi dari tepas dan berfungsi sebagai tempat merwatin, yaitu tempat pertemuan generasi muda untuk bermusyawarah.
Ketinggian ruangan ini menandakan tingkat hierarki yang lebih tinggi sebab menjadi lambang Sakai Sambayan atau mufakat dalam masyarakat.
Gaghang
Gaghang adalah ruangan yang digunakan untuk kegiatan kebersihan, seperti mencuci peralatan rumah tangga, sedangkan dapur digunakan sebagai tempat memasak.
Ganyang Besi
Ruang ganyang besi adalah kamar untuk anggota keluarga yang masih lajang, baik pria maupun wanita.
Jenis-jenis Rumah Nuwo Sesat Lampung
Nuwo Balai Agung
Rumah adat Lampung yang dikenal sebagai Nuwo Sesat Balai Agung memiliki peran penting dalam budaya masyarakat setempat.
Selain sering dijadikan ikon, rumah adat ini juga berfungsi sebagai tempat diadakannya musyawarah atau pertemuan adat oleh para penimbang adat dalam kegiatan pepung adat.
Orang yang hendak masuk ke Balai Agung harus melalui tangga yang namanya jambat agung. Keunikan dari tangga ini adalah adanya payung dengan warna-warna tertentu di sepanjang sisinya.
Payung berwarna putih melambangkan tingkat marga, kuning melambangkan tingkat kampung, dan merah melambangkan tingkat suku. Ketiga warna ini menjadi simbol kesatuan masyarakat Lampung.
Nuwo Balak
Rumah adat Lampung berikutnya adalah Nuwo Balak, yang secara harfiah berarti “rumah besar.” Rumah ini biasanya dihuni oleh kepala suku atau tokoh adat yang berperan sebagai penjaga keseimbangan tradisi.
Nuwo Balak memiliki ukuran sekitar 30 x 15 meter dan dilengkapi dengan beranda yang digunakan sebagai tempat bersantai.
Bagian utama bangunan ini terbagi menjadi beberapa ruangan, termasuk dua ruang pertemuan, satu ruang keluarga, dan delapan kamar tidur.
Nuwo Lunik
Yang terakhir yaitu Nuwo Lunik, rumah adat Lampung yang memiliki arti rumah kecil dalam bahasa Lampung. Karena tidak terlalu luas, rumahnya hanya berupa bangunan kecil tanpa ada beranda.
Rumah ini biasanya digunakan oleh masyarakat biasa. Struktur bangunannya terdiri dari beberapa kamar tidur dengan dapur yang menyatu dalam satu bangunan utama. Ciri khas lainnya adalah bentuk atapnya yang menyerupai perahu terbalik.
Keunikan dan Makna Filosofis Nuwo Sesat
Apa saja keunikan pada rumah Nuwo Sesat sebagai warisan budaya Kota Lampung? Tentunya terdapat beragam keunikan yang bisa kamu temukan.
Karakteristik Bangunan Nuwo Sesat
Pondasi rumah adat Lampung memadukan bahan seperti batu bata atau batu kali, semen, coral, dan air yang disusun dengan pola cakar ayam.
Pada bagian pondasi bangunan utama, Nuwo Sesat juga menggunakan batu berbentuk persegi sebagai penopangnya.
Lantai rumah adat ini terbuat dari kayu yang dipotong menjadi lembaran-lembaran persegi panjang. Untuk menambah kekuatan, bambu sering digunakan agar lantai lebih rapat dan kokoh.
Dinding rumah Nuwo Sesat terbuat dari kayu bertekstur padat dan kuat, dilapisi bahan anti-rayap untuk menjaga kekokohannya.
Selain itu, rumah adat Lampung biasanya ditopang oleh 20 hingga 25 tiang penyangga, dengan 15 hingga 20 di antaranya berfungsi sebagai tiang utama.
Bahan Dasar Kayu
Rumah adat Lampung, Nuwo Sesat, memiliki keunikan tersendiri karena dibangun dengan bahan utama berupa kayu.
Berbagai jenis kayu tersebut diikat menggunakan tali tenun yang berasal dari serat tanaman. Dinding rumah dibuat dari kayu dengan permukaan yang halus, memberikan tampilan yang rapi dan alami.
Sementara itu, lantai rumah disusun dari papan atau bambu yang dipasang secara berjajar, menambah kesan tradisional dan alami pada bangunan rumah adat Sumatra ini.
Ornamen Burung Garuda
Hunian tradisional punya semacam papan kayu sejajar dinding, kemudian pintu kayunya gabung engsel serta rangka besi samping.
Tersemat lambang bentuk “Burung Garuda” sebagai simbol marga masyarakat area Lampung dan sekitarnya.
Bangunan Berbentuk Panggung
Bangunan berbentuk panggung kali ini berbentuk panggung, luasannya mencapai 100 meter, dan bisa bertahan saat Gunung Krakatau meletus sekitar abad ke-19 lalu lho.
Filosofi rumah Nuwo panggung melambangkan kenyamanan, keamanan, dan kesatuan bagi seluruh warga Lampung.
Bagaimanapun wilayah lampung berdampingan langsung lereng bukit, hewan liar, dan berpotensi mengalami musibah bencana alam seperti tanah longsor, banjir, gempa, dan risiko lainnya.
Tentunya hal tersebut mempengaruhi masyarakat setempat untuk membuat desain rumah yang kokoh dan tahan gempa.
Pintu Setangkup Ganda
Nggak cuma nama rumah adat Lampung yang unik, keunikan juga terlihat pada desain pintunya yang berbentuk setangkup ganda dan berukuran besar.
Pintu ini membutuhkan dorongan dari kedua tangan untuk bisa dibuka. Hal serupa juga berlaku untuk jendela, meskipun ukurannya lebih kecil sehingga lebih mudah untuk dibuka.
Ornamen Unik dalam Rumah Adat Nuwo Sesat
Rumah nuwo sesat ngga cuma terkenal sebagai bangunan rumah tradisional, tapi juga punya berbagai ornamen unik yang melambangkan karakteristik masyarakat adat Lampung.
Ornamen-ornamen ini dipercaya mengandung petuah dan nilai-nilai yang diambil dari kitab kuno peninggalan leluhur Lampung, yakni Kitab Kuntara Raja Niti.
Berikut adalah beberapa prinsip dalam Kitab Kuntara Raja Niti yang tercermin dalam ornamen Rumah Adat Nuwo Sesat:
Pill Pusanggiri: Prinsip ini mengajarkan pentingnya rasa malu saat melakukan kesalahan, baik yang melanggar norma agama maupun adat.
Juluk Adek: Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang telah menyandang gelar adat harus berperilaku dan berkepribadian sebagai teladan bagi yang lain.
Nemui Nyimah: Prinsip ini mendorong agar selalu menjaga tali silaturahmi dan bersikap ramah kepada tamu.
Nengah Nyampur: Prinsip ini mengajarkan pentingnya menjalin hubungan sosial yang harmonis dalam kehidupan bermasyarakat.
Sakai Sambaian: Prinsip ini menekankan nilai tolong-menolong dan gotong-royong dalam setiap pekerjaan.
Sang Bumi Ruwa Jurai: Prinsip ini menegaskan pentingnya persatuan di tengah perbedaan, terutama dalam menyatukan dua kelompok adat Lampung, yaitu Pepadun dan Sebatin, agar keduanya saling menghormati.
Ornamen-ornamen ini bukan hanya hiasan semata, tetapi juga simbol dari nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Fungsi Nuwo Sesat Lampung
Sebagaimana bangunan rumah, masyarakat Lampung akan memanfaatkan Nuwo Sesat sebagai tempat tinggal keluarga pada umumnya.
Tidak hanya sekedar tempat tinggal, seiring berjalannya waktu Balai Agung berfungsi sebagai tempat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
- Tempat untuk acara pertemuan adat atau musyawarah masyarakat daerah setempat
- Menyelenggarakan berbagai kegiatan seni musik maupun seni tari
- Menyelenggarakan pernikahan pihak keluarga
- Menyelenggarakan upacara sakral bersamaan para tetuah adat setempat
- Sebagai tempat wisata yang memiliki keunikan tersendiri dari segi arsitektur bangunan maupun keindahan alam sekitarnya
Nuwo Sesat atau Balai Agung merupakan rumah panggung khas daerah Lampung yang fungsionalis sebagai tempat tinggal sekaligus balai pertemuan warga.
Balai Agung melambangkan bentuk persatuan, keamanan, dan kenyamanan warga Lampung dalam menjalani kehidupan berdampingan bersama alam.
Saat ini, keberadaan rumah tradisional nowou sesat sudah jarang karena orang-orang banyak memilih rumah yang lebih modern.
Tapi beberapa daerah di Lampung masih mempertahankan dan menggunakannya sebagai tempat tinggal.
Beberapa diantaranya ada di Menggala, Talang Padang, Olokgading, Kampung Wana, Balambangan Pager dan kampung-kampung tua lainnya.