Siapa yang tak kenal dengan Rumah Gadang? Ya, rumah adat Sumatera Barat Rumah Gadang yang satu ini memang sangat terkenal, dan rupanya jenisnya ada banyak, loh. Sebut saja Rumah Gadang Sitinjau Lauik.
Jenis Rumah Gadang yang satu ini pada dasarnya sama dengan Rumah Gadang pada umumnya. Hanya ada beberapa elemen saja yang membuatnya berbeda.
Penasaran elemen-elemen apa yang dimaksud? Untuk menjawab rasa penasaran kamu, ada baiknya simak dulu ulasan lengkapnya berikut ini.
Sekilas tentang Rumah Gadang Sitinjau Lauik
Rumah Gadang Sitinjau Lauik adalah sebutan untuk jenis Rumah Gadang yang bentuk atapnya meruncing tajam.
Jadi sebenarnya ini sebuah sebutan saja untuk membedakan jenis Rumah Gadang berdasarkan bentuk atapnya.
Pasalnya, berdasarkan bentuk atapnya, Rumah Gadang di Prov. Sumatera Barat terbagi menjadi dua jenis, yaitu Sitinjau Lauik dan Kajang Padati.
Selain bentuk atap, keduanya diberi nama yang berbeda karena ada beberapa ruangan tambahan yang belum tentu ada di jenis Rumah Gadang lainnya.
Tak hanya itu saja, sebutan Sitinjau Lauik ini rupanya juga mengacu pada nama suatu aliran atau gaya, tepatnya aliran Koto Piliang.
Jadi, berdasarkan gaya atau aliran, ada dua jenis Rumah Gadang, yakni Aliran Sitinjau Lauik dan Aliran Bodi Caniago yang umumnya disebut Rumah Gadang saja.
Nah, untuk Aliran Sitinjau Lauik, di kedua ujung bangunan inti, terdapat Beranjung, yaitu ruangan kecil dengan lantai yang lebih tinggi.
Karena memilki Beranjung, Rumah Gadang Sitinjau Lauik ini kerap disebut juga Rumah Ba’anjung. Atau, jika kita terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi rumah berpanggung.
Arsitektur Rumah Gadang Sitinjau Lauik
Jika dari bentuk pondasi, pada dasarnya, pondasi rumah adat asli sumbar ini segi empat dengan postur mengembang ke bagian atas.
Atapnya jelas sekali berbentuk lengkung tajam ke atas dengan puncak meruncing, dan inilah yang kemudian menjadi ciri khas utamanya.
Bahkan saking melengkungnya, bentuk atapnya menyerupai tanduk kerbau. Namun pada bagian bangunan intinya, sekilas bentuknya seperti kapal.
Uniknya, bagian tengah bangunan inti dibuat lebih rendah yang jika dari kacamata bidang arsitektur, desain semacam ini merupakan komposisi yang sangat dinamis.
Kolong rumahnya juga tergolong lebih tinggi daripada ketinggian kolong pada sebagian besar rumah adat Sumatera Barat lainnya.
Pembuatan kolong yang tinggi ini tentu memiliki tujuan, yaitu membantu untuk ciptakan hawa yang segar berkat sirkulasi udara yang lancar.
Kondisi ini sangat dibutuhkan terutama saat musim panas mulai tiba. Di samping bangunan utama juga biasanya juga terdapat bangunan-bangunan kecil lainnya.
Nah, bangunan-bangunan kecil ini berada di titik-titik yang sesuai dengan empat penjuru angin. Tujuannya jelas, sebagai media untuk mengurangi terpaan angin yang berlebihan.
Dari hal ini, jelas sekali bisa kita katakan bahwa pembangunan Rumah Gadang sudah sesuai dengan syarat fungsi dan syarat estetika, sehingga tetap selaras.
Tujuan Penggunaan Atap Meruncing pada Rumah Gadang Sitinjau Lauik
Rumah gadang yang satu ini memang identik dengan bentuk atap yang meruncing. Model atap semacam ini masyarakat Minang namai Gonjong.
Nah, penggunaan atap meruncing alias Gonjong ini rupanya ada tujuannya. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya genangan air hujan.
Dengan begitu, saat hujan, air yang mengenai atap Gonjong ini akan langsung turun menuju ke tanah.
Tak heran jika Rumah Gadang Sitinjau Lauik lebih banyak kita jumpai di daerah-daerah bertanah datar. Termasuk di antaranya adalah Kota Padang Panjang.
Hal ini sangat berbeda dengan jenis Rumah Gadang Kajang Padati yang bentuk penutupnya datar.
Ya, benar sekali, jenis Rumah Gadang yang satu ini sama sekali tidak memamerkan bentuk atapnya yang runcing.
Sebab, rumah adat Minangkabau ini memang tak punya atap dengan model semacam itu.
Bentuk penutup atapnya sengaja dirancang tumpul karena menyesuaikan kondisi alamnya yang berupa daerah pesisir.
Atap runcing tentu sama sekali tidak cocok untuk kondisi cuaca di daerah pesisir karena rawan mendapat terpaan kuat angin laut.
Lebih parahnya lagi, di daerah-daerah pesisir di wilayah Provinsi Sumatera Barat cukup rawan akan terjadinya angin kencang seperti puting beliung.
Contoh daerah yang kerap terjadi angin kencang adalah Padang Pariaman dan Kota Padang.
Jenis Rumah Gadang Sitinjau Lauik
Berdasarkan jumlah Gonjong, rumah adat Minangkabau ini terbagi menjadi beberapa jenis dengan penamaan yang berbeda-beda.
Berikut adalah nama-nama Rumah Gadang berdasarkan jumlah Gonjong yang tersemat di bagian struktur atapnya.
Rumah Gadang Gajah Maharam
Rumah Gadang dengan nama Gajah Maharam ini memiliki empat hingga enam buah Gonjong pada atapnya.
Penamaan Gajah Maharam ini memiliki arti gajah tidur. Mengapa masyarakat namakan demikian karena bangunan inti rumah ini tampak mengembang seperti badan gajah yang sedang berbaring.
Di sisi kanan dan kiri bangunan inti terdapat sebuah ruang yang tersambung. Ruang kecil ini mirip dengan anjung pada rumah adat Kalimantan Selatan Gajah Baliku dan Gajah Menyusu.
Umumnya jenis Rumah Gadang khas Minangkabau ini menjadi tempat bersandingnya kedua mempelai pengantin selama penyelenggaraan upacara pernikahan yang sesuai adat.
Atau, saat harI-hari biasa, ruangan tersebut berfungsi sebagai tempat yang ideal untuk menenun atau bermain bagi anak-anak.
Buat kamu yang belum pernah melihat Rumah Gajah Maharam, silakan bisa kunjungi Daerah Nagari Koto Baru yang ada di Kabupaten Solok Selatan.
Rumah Gadang Sibak Baju
Lain lagi dengan rumah adat Minangkabau yang satu ini. jumlah Gonjong di rumah ini hanya dua atau empat saja.
Keduanya terletak di tengah atap, sehingga membentuk seperti sibak baju atau belahan baju. Sementara bentuk bangunan intinya masih sama, yaitu seperti Gajah Maharam.
Desain bangunan rumah ini kemudian menjadi inspirasi untuk pembuatan bangunan-bangunan terkenal, seperti Istana Ampang Tinggi di Malaysia, rumah adat riau yang bernama Lontik, dll.
Rumah Gadang Alang Babega
Nah, untuk Rumah Gadang ini, jumlah Gonjong-nya mencapai tujuh buah. Babega sendiri artinya elang.
Alasan mengapa rumah adat sumbar ini bernama Alang Babega karena desain Gonjong pada rumah ini mirip dengan bentuk burung elang yang sedang mengepakan sayap dan mengangkat kepalanya.
Rumah Gadang Rajo Babandiang atau Gojong Limo
Ya, sesuai dengan namanya, jumlah Gonjong di rumah ini ada lima. Artinya atap runcingnya ada lima buah.
Formasinya adalah sebagai berikut empat Gonjong terpasang secara sejajar, sementara satu Gonjong sisanya terpasang di area paling luar atau paling ujung.
Nah, Gojong yang terpasang paling luar ini tidak dalam posisi sejajar dengan keempat Gonjong lainnya.
Jadi, apabila kita lihat dari arah samping, Rumah Rajo Babandiang ini sangat mirip dengan penggabungan dua rumah gadang.
Itulah yang kemudian menjadi asal usul penamaan jenis Rumah Gadang yang satu ini yang mana nama Rajo Babandiang ini memiliki arti berdampingan.
Rumah Gadang Begojong Banyak
Dari namanya saja kita dapat menebak bahwa jenis rumah gadang ini memiliki jumlah Gonjong banyak. Banyak di sini bisa lebih dari enam dan maksimal sembilan.
Sayangnya jenis Rumah Gadang ini kini semakin jarang dan sulit untuk kita temukan. Terkecuali kamu bersedia berkunjung ke Daerah Solok Selatan.
Di sana, masih ada beberapa unit Rumah Gadang Begojong banyak yang masih sangat terawat dan masih aktif sebagai huniannya masyarakat Nagari Abai.
Rumah Gadang Sitinjau Lauik dan Sistem Adat
Apa hubungannya sebuah rumah adat dengan sistem adat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau?
Mungkin kamu bertanya-tanya perihal ini, bukan? Rupanya hal ini memegang peranan sangat penting karena di sinilah asal dari berbagai jenis Rumah Gadang di Sumbar.
Berdasarkan sistem adat, Rumah Gadang terbagi menjadi dua, yakni Rumah Gadang yang menerapkan prinsip aristokrat dan Rumah Gadang yang menerapkan prinsip demokrasi.
Dan kebetulan Rumah Gadang Sitinjau Lauik atau familiar dengan koto piliang lebih cenderung menerapkan prinsip aristokrat.
Prinsip aristokrat menekankan pada jumlah gonjong yang harus berjumlah tiga. Ketiga Gonjong tersebut masing-masing terpasang di sisi kiri atau kanan, depan, dan belakang.
Bangunan intinya juga memiliki sebuah anjungan dengan posisi lantainya lebih tinggi. anjungan ini terletak di sebelah atau kiri bangunan utama.
Dengan posisi yang sedikit lebih tinggi, anjungan ini didesain khusus untuk tempat pemimpin. Posisi lebih tinggi ini juga melambangkan status pemimpin yang lebih tinggi dari masyarakat biasa.
Nah, itu dia ulasan yang menarik sekali seputar Rumah Gadang Sitinjau Lauik dari Suku Minangkabau di Sumatera Barat.
Rumah Gadang adalah salah satu rumah adat Indonesia yang sangat terkenal dan kabar baiknya lagi rumah adat ini masih terawat dengan sangat baik.
Alhasil, keberadaannya masih lestari karena memang juga masih masyarakat minangkabau gunakan sebagai hunian sehari-hari.
Harapannya, masih ada banyak rumah adat dari suku-suku lainnya yang juga masih lestari bahkan hingga generasi-generasi yang akan datang.
Dan tugas kita, sebagai anak muda indonesia, tentu saja adalah melestarikannya dengan cara kita sendiri.