Rumah Adat Krong Bade

Rumah adat Krong Bade merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang yang selalu mendapat sanjungan masyarakat Daerah Istimewa Aceh.

Banyak masyarakat Aceh yang menggunakannya sebagai tempat tinggal keluarga, kemudian kini semakin berkembang menjadi destinasi wisata unik dan estetik.

Provinsi Nangroe Aceh Darussalam atau banyak orang menyebutnya ‘Serambi Makkah’ selalu berusaha menerapkan aturan hidup dan norma berdasarkan syariat Islam.

Hal inilah yang membuat rumah Krong Bade memiliki makna filosofis tersendiri daripada rumah adat Indonesia lainnya.

Sejarah Rumah Adat Krong Bade

sejarah rumah adat krong bade aceh

Sudah tahu belum sejarah berdirinya rumah Krong Bade Aceh? Sebagai wilayah yang banyak dikunjungi para pedagang mancanegara, mayoritas rumah adat Aceh tidak terlepas dari pengaruh budaya Islam lho.

Apa lagi zaman dulu para pedagang berasal dari Gujarat dan Persia memang sering mendatangi Aceh.

Saat itu para pedagang tidak hanya sekedar berjualan, namun juga perlahan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Aceh.

Secara tidak sadar mulai banyak masyarakat Aceh yang bersedia memeluk agama Islam mengikuti anjuran para pedagang. Bagaimana munculnya rumah adat Aceh Krong Bade?

Masyarakat Aceh yang memeluk agama Islam akhirnya membuat rumah yang terdiri atas mushalla atau tempat shalat.

Tiap keluarga juga menambahkan dekorasi kain-kain putih pada tempat shalatnya sebagai lambang kesucian, sehingga semua orang yang memasukinya harus dalam keadaan suci dari hadas.

Warga Nangroe Aceh Darussalam menyebut rumah adatnya ‘Krong Bade’ atau ‘Rumoh Aceh’ yang tentu memiliki khas tersendiri dari segi arsitektur maupun bagian bangunan.

Kini ada beberapa pemilik rumah yang masih menjaga tradisi menempati Krong Bade sebagai tempat tinggal keluarga dalam waktu lama.

Bagian-bagian Rumoh Aceh

bentuk bangunan rumah adat krong bade aceh

Bagian Bawah

Bagian bawah rumah Aceh dikenal dengan sebutan meuyup rumoh. Ruang kosong ini terletak di antara lantai rumah dan tanah, dan biasanya dimanfaatkan untuk berbagai hal.

Anak-anak bisa bermain di sini, kadang juga dipakai sebagai tempat kandang hewan peliharaan, atau untuk membuat kain songket khas Aceh, yaitu ija sungkét.

Selain itu, ruang ini sering dijadikan tempat untuk berjualan atau menyimpan alat-alat seperti penumbuk padi yang disebut jeungki dan krong pade, tempat penyimpanan padi berbentuk bulat dengan ukuran yang bisa mencapai dua meter.

Bagian Tengah

Bagian tengah rumah Aceh adalah area utama tempat para penghuni melakukan berbagai aktivitas.

Area ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu seuramoe reungeun (serambi depan), seuramoe teungoh (serambi tengah), dan seuramoe likot (serambi belakang).

Seuramoe Keue atau Serambi Depan

Bagian pertama adalah serambi depan. Ruangannya terbuka tanpa sekat, dengan pintu yang terletak di ujung kanan.

Seringnya, serambi ini digunakan untuk menjamu tamu, sebagai tempat tidur anak laki-laki, atau terkadang untuk tempat belajar mengaji selain di surau.

Selain itu, serambi ini juga biasa dipakai untuk acara spesial seperti jamuan makan bersama atau kenduri jika ada tamu penting yang datang.

Seuramoe Tengah atau Serambi Tengah

Bisa dibilang bagian ini adalah area inti rumah yang oleh masyarakat Aceh biasa menyebutnya sebagai rumah inong (rumah induk).

Posisinya berada lebih tinggi karena dianggap tempat yang suci dan bersifat pribadi. Di ruangan ini, ada dua kamar yang menghadap utara atau selatan, dengan pintu yang mengarah ke belakang.

Kamar yang dipakai untuk kepala keluarga diberi nama rumoh inong, sementara kamar yang digunakan untuk anak perempuan yang masih lajang namanya rumoh anjung.

Saat anak perempuan telah menikah, nantinya bakal menempati rumoh inong, sedangkan kepala keluarga akan pindah ke rumoh anjung sampai mereka punya rumah sendiri.

Selain itu, rumoh inong juga digunakan sebagai tempat memandikan jenazah saat ada anggota keluarga yang meninggal.

Bagian ini merupakan area privat keluarga sehingga bagi tamu yang mau masuk ke dalam ruangan ini harus izin kepada tuan rumah dahulu.

Seuramoe Likot atau Serambi Belakang

Bagian ini biasanya jadi tempat dapur, ruang makan, dan area santai. Beda dengan serambi tengah, di sini nggak ada kamar-kamar, dan lantainya juga dibuat lebih rendah dibandingkan serambi tengah.

Bagian Atas

Bagian atas rumah ini berbentuk loteng segitiga yang meruncing ke atas, jadi terlihat lancip. Masyarakat Aceh menyebutnya dengan istilah bubong.

Bubong yang menghubungkan sisi kiri dan kanan disebut perabung. Lokasinya pas di atas serambi tengah. Biasanya, tempat ini dipakai untuk menyimpan barang-barang berharga milik keluarga.

Bentuk Arsitektur dan Ciri Khas Rumah Krong Bade

ciri khas rumah adat krong bade aceh

Jika kamu tertarik ingin tahu lebih jauh tentang rumah adat Krong Bade, bisa sesekali melancong ke daerah Aceh pedalaman untuk melihat arsitekturnya secara langsung.

Layaknya tempat tinggal zaman dulu, rumah Krong Bade juga terbuat dari material alami seperti kayu, bambu, dan dedaunan.

Rumahnya Berbentuk Panggung

Krong Bade memang sekilas tampak miring seperti rumah adat Pontianak, Lampung, dan Manado.

Arsitektur tampak depan berbentuk panggung, kemudian bagian bawahnya terdapat ruang kosong yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan makanan atau barang pribadi.

Bagian Dindingnya Tertutup Rapat

Rumah Krong Bade memang cenderung memiliki jendela minim dan jumlahnya sedikit. Nah, warga membuat papan ukiran kayu mengelilingi dinding untuk mempercantik tampilannya.

Bagian atas dinding terdapat sekat kayu untuk mempermudah sirkulasi udara serta pencahayaan alami.

Rumoh Aceh kebanyakan terbuat dari bahan papan kayu dengan atap daun rumbia. Kamu bisa menemui 3-5 ruangan dengan satu ruangan dinamakan ‘Rambat’.

Setidaknya Krong Bade memiliki 24 tiang penyangga berukuran tinggi, dimana pembangunannya tidak menggunakan paku sedikitpun.

Lantai Krong Bade

Bagian lantai Krong Bade berongga kecil, sehingga tidak sampai membuat penghuninya terpeleset masuk ke dalam.

Dengan membuat arsitektur bagian bawah sedemikian rupa, kamu akan merasa sejuk saat berada dalam rumah adat Aceh tersebut.

Bagian Depan Terdapat Tangga

Berhubung rumah Aceh cukup tinggi dari permukaan tanah, masyarakat selalu memberi rumahnya tangga pada bagian samping kanan atau kiri bangunan.

Kamu bisa menemukan pintu tepat bagian depan, kemudian bagian rumahnya banyak meliputi tempat tidur, musholla, dan kamar mandi.

Punya Tiga Serambi

Rumoh Aceh terbagi menjadi tiga bagian atau masyarakat aceh biasa menyebutnya dengan istilah “seuramoe” yang artinya serambi. Ketiga serambi tersebut memiliki fungsi untuk tempat beraktivitas penghuninya.

Ukiran Khas

Hampir rata-rata di setiap rumoh aceh terdapat ukiran yang juga sekaligus menjadi status sosial pemilik rumahnya. Makin rumit dan banyak ukirannya, biasanya menunjukkan kalau pemilik rumahnya cukup kaya.

Sebaliknya, kalau rumah dibangun tanpa ukiran, itu artinya pemiliknya berasal dari kalangan biasa atau kurang mampu.

Biasanya, ukiran-ukiran ini ada di bagian pintu, pagar, lantai luar, pembatas atap, dan jendela.

Selain itu, ukirannya juga dicat dengan warna-warna yang mencolok, seperti kuning keemasan yang dipadukan dengan garis merah terang. Warna-warna ini melambangkan kesejahteraan dan martabat pemilik rumah.

Keunikan dan Makna Filosofis Rumah Krong Bade

keunikan rumah adat krong bade aceh

Keunikan rumah adat Aceh Krong Bade terlihat dari arsitekturnya kebanyakan berbentuk panggung agar bisa menghindari serangan binatang buas maupun bencana alam banjir.

Biasanya rumah terdapat di area hutan untuk memudahkan warga mencari sumber makanan sebagai bahan pangan sehari-hari.

Ternyata ada fakta menarik lainnya tentang rumah Krong Bade lho, bentuk bangunan rumah mayoritas persegi panjang dari timur ke barat untuk memudahkan menentukan arah kiblat shalat.

Tangga rumah Krong Bade juga selalu ganjil sekitar 7-9 anak tangga sebagai simbol sifat religius masyarakat Aceh.

Pintu utama Krong Bade ketinggiannya lebih rendah dari ukuran orang dewasa sekitar 120-150 cm, sehingga tamu yang akan memasuki rumah harus menunduk.

Pembuatan pintu lebih rendah memiliki filosofis tersendiri, dimana tamu yang datang harus memberikan penghormatan kepada pemilik rumah.

Filosofi Warna Pada Rumoh Aceh

Rumoh Aceh nggak sembarangan dalam memilih warna, karena setiap warna punya filosofi tersendiri, yaitu:

Kuning: Warna kuning dipakai di sisi segitiga perabung. Bagi orang Aceh, kuning melambangkan kekuatan, kehangatan, dan memberikan kesan cerah. Warna kuning juga menjadi pilihan karena, warnanya yang nggak memantulkan sinar matahari.

Merah: Warna merah digunakan untuk menghias ukiran Rumoh Aceh. Merah melambangkan emosi yang berubah-ubah, naik turun, seperti semangat dan gairah.

Filosofi ini juga menggambarkan sifat orang Aceh yang emosinya bisa naik turun tapi penuh semangat. Sejalan dengan pepatah Aceh:

ureueng Aceh h’an jeuet teupèh…” yang artinya, orang Aceh nggak boleh tersinggung. Kalau tersinggung, nasi lebih pun nggak mau ditawarkan, tapi kalau nggak tersinggung, nyawa pun siap dikasih.

Putih: Warna putih yang dipakai adalah putih netral yang melambangkan kesucian dan kebersihan.

Jingga: Warna jingga di sini memberikan kesan kehangatan, kesehatan pikiran, dan kegembiraan.

Hijau: Warna hijau melambangkan kesejukan, kesuburan, dan kehangatan, yang terhubung dengan alam, seperti warna tumbuhan atau padi sebelum matang.

Fungsi Rumah Krong Bade

Sama dengan rumah adat lainnya, Krong Bade memiliki fungsi tersendiri bagi para penghuninya seperti tempat tinggal keluarga sekaligus tempat beribadah kepada Allah SWT.

Rumah Krong Bade berbentuk panggung juga bertujuan untuk melindungi penghuni rumahnya dari serangan binatang buas nantinya.

Sebagai warisan nenek moyang, rumah adat Krong Bade kini tampak lebih modern sebagai wisata edukasi bagi masyarakat Aceh.

Setiap bagian dalam rumah memiliki makna filosofi tersendiri bagi warga Aceh, sehingga berbeda dari rumah adat lainnya baik dari segi arsitektur maupun kegunaannya.

***

Sebagai salah satu warisan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan filosofi, Rumah Adat Aceh Krong Bade menjadi simbol keagungan dan kearifan lokal masyarakat Aceh.

Setiap detail arsitektur dan tata letaknya tidak hanya mencerminkan keindahan, tetapi juga fungsionalitas yang disesuaikan dengan alam serta nilai-nilai kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh.

Melestarikan rumah adat ini berarti menjaga identitas dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur, sekaligus mengenalkan generasi muda pada kekayaan budaya Nusantara yang patut dijaga dan dihargai sepanjang masa.