Tanah Papua tak hanya kaya dengan sumber daya alamnya saja. Namun juga kaya akan beragam rumah adatnya. Seperti Rumah Jew Suku Asmat ini.
Rumah adat Papua bernama Jew ini terkenal unik karena tak sembarang orang bisa menghuninya. Selain itu, desain arsitekturnya juga sungguh lain dengan desain rumah adat Papua yang umumnya berbentuk seperti jamur.
Buat kamu yang penasaran dengan rumah adat ini, mari simak terus informasi lengkapnya berikut ini.
Sekilas tentang Rumah Jew Papua
Rumah Jew adalah rumah adat Suku Asmat di Papua yang hanya dihuni oleh para laki-laki Suku Asmat yang belum menikah, alias masih bujang.
Tak seperti rumah adat Papua pada umumnya, desain fasad rumah adat yang satu ini berbentuk persegi panjang dan terbuat dari kayu dan anyaman daun nipah atau daun sagu.
Uniknya, bagian-bagian rumah disatukan hingga membentuk sebuah bangunan utuh tanpa menggunakan paku.
Untuk menyatukan tiap bagian, masyarakat Suku Asmat memanfaatkan material alami yang mudah mereka dapatkan.
Seperti akar rotan yang memang efektif untuk jadi material pengikat yang kuat layaknya paku.
Jew di sini juga memiliki cukup banyak nama lain, seperti Yeu, Je, Jeu, dan Yai.
Meski dulu berfungsi sebagai rumah khusus bujang, namun kini sudah alami sedikit pergeseran di mana Jew ini juga menjadi semacam balai untuk keperluan musyawarah adat.
Kemegahan Desain Arsitektur
Rumah Jew Papua memang berbeda dari segi desain arsitekturnya. Jika rumah adat Papua umumnya berbentuk kerucut atau menyerupai bentuk jamur, tidak dengan bentuk rumah ini.
Desain fasad bangunan rumah ini berbentuk persegi panjang dengan atap model pelana yang sederhana. Karena bentuk inilah masyarakat setempatnya sering menamai rumah ini dengan nama rumah panjang.
Kisaran panjangnya bisa mencapai 10 meter. Meski demikian, panjang rumah bisa saja berubah menyesuaikan jumlah perapian atau tungku yang ada di dalamnya.
Begitu juga dengan jumlah pintu yang tersedia. Biasanya jumlah pintu dan tungku akan menyesuaikan jumlah kepala keluarga yang mendiami rumah ini.
Sebelum menilik ke area interior rumah, kamu akan disambut oleh kehadiran tangga sederhana yang terpasang berjejer dengan rapi.
Tangga-tangga tersebut terletak tepat di depan pintu utama yang jumlahnya lebih dari satu. Jadi, tiap pintu masuk akan berpasangan dengan tangga di bagian depannya.
Lanjut ke pembahasan pondasi. Pondasi rumah ini terbuat dari kayu-kayu besi yang terpasang dengan cara menancapkannya kuat-kuat ke dalam tanah.
Pada bagian dinding dan lantai rumah terbuat dari material yang berbeda, bukan papan kayu atau jerami kering seperti Honai dan rumah adat Papua lainnya.
Suku Asmat menggunakan daun sagu yang mereka anyam hingga berbentuk lembaran-lembaran.
Lembaran-lembaran tersebut kemudian mereka pasang sebagai struktur dinding Rumah Jew yang berasal dari ProvinsiPapua ini.
Anyaman daun sagu juga mereka gunakan sebagai penutup atap. Hanya saja mereka menambahkan material lain berupa daun sagu untuk menjaga ketahanan penutup atap rumah.
Fungsi Rumah Jew
Ya, benar, dahulu, rumah ini secara spesifik hanya menjadi hunian para bujang Suku Asmat. Namun kini rumah panjang ini boleh dihuni oleh seluruh masyarakat Suku Asmat yang ada di sekitarnya.
Terutama oleh kalangan pria, sebab pria di dalam ruang lingkup masyarakat Suku Asmat adalah pemimpin bagi masing-masing keluarga.
Rumah bujang ini juga seringkali menjadi tempat berkumpulnya pemimpin desa atau para pemuka adat Suku Asmat saat sedang adakan rapat.
Khususnya rapat tentang penggunaan strategi perang, perayaan panen, penyambutan tamu, pesta adat, dan kegiatan adat lainnya.
Biasanya dalam suatu kelompok masyarakat Suku Asmat, akan ada satu unit Rumah Jew. Mungkin masa sekarang fungsi Rumah Jew dari Papua ini mirip dengan sebuah balai kelurahan atau balai desa.
Ciri-Ciri Rumah Jew
Untuk membedakan rumah ini dengan kontruksi bangunan lain di Papua, rumah bujang ini memiliki beberapa ciri yang sangat menonjol. Berikut adalah ciri-cirinya.
Material Alami
Semua struktur rumah adat Suku Asmat ini terbuat dari material alami, seperti kayu, daun poho nipah, dan tanaman sagu.
Untuk menyatukan semua bagian-bagiannya, mereka menggunakan akar rotan yang teksturnya fleksibel. Tidak menggunakan paku sama sekali.
Lokasi
Rumah bujang atau rumah panjang ini wajib berada di area tepi sungai, tepatnya di kelokan sungai.
Pemilihan lokasi ini tentu ada alasannya. Dengan membangun rumah panjang di kelokan sungai, akan memudahkan mereka untuk memantau pergerakan lawan saat terjadi perang antar suku.
Angka atau Jumlah
Jika kamu perhatikan, ada kesamaan jumlah pada komponen-komponen tertentu pada rumah adat ini.
Sebagai contoh jumlah pintu yang sama dengan jumlah Patung Mbis dan jumlah tungku api. Sekedar info tambahan, Patung Mbis adalah patung leluhur Suku Asmat.
Jumlah pintu dan tungku api ini menandakan jumlah kepala keluarga yang menempati rumah-rumah di sekitar rumah bujang ini.
Makna Eksistensi Patung Mbis
Peran Patung Mbis di rumah bujang ini juga sangat penting bagi masyarakat Suku Asmat.
Mereka meyakini bahwa Patung Mbis mampu usir roh-roh jahat dan pengaruh buruk yang bisa saja akan mempengaruhi para bujang.
Peran
Rumah Jew ini juga memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Tak hanya sebagai rumah khusus para bujang saja. Melainkan juga sebagai tempat musyawarah terkait dengan kegiatan adat.
Rumah ini juga menjadi tempat untuk berdiskusi perihal strategi perang pada zaman dahulu.
Peran lainnya adalah sebagai sentra perayaan dan upacara ritual, seperti pesta adat, perayaan panen, dan lain sebagainya.
Dengan adanya peran-peran ini, tak heran jika Rumah Jew ini adalah simbol sentral bagi Suku Asmat, sehingga wajib dibangun di tengah dengan rumah-rumah kecil di sekellilingnya.
Rumah-rumah kecil ini oleh masyarakat Suku Asmat disebut Tysem atau Cem.
Bentuk Konstruksi yang Khas
Jew ini adalah bangunan rumah adat dengan bentuk fasad segi empat yang memanjang ke samping dengan panjang sekitar 20 hingga 60 meter.
Luasnya rata-rata 10×5 meter persegi dengan tinggi tiang-tiang kayu besi setingga 2.5 meter. Di masing-masing tiang berhiaskan ukiran dengan motif khas Suku Asmat.
Lantai dan penutup atapnya bermaterialkan daun tanaman sagu yang mereka anyam.
Sementara dinding rumah terbuat dari anyaman batang tanaman sagu. Untuk mengikatnya agar menyatu, masyarakat Suku Asmat menggunakan akar rotan.
Mereka juga rutin mengganti bagian atap, dinding, dan lantai rumah ini secara rutin. Biasanya mereka akan menggantinya sekitar lima tahun sekali.
Pergantian material lama menjadi material yang baru ini juga biasanya akan menyesuaikan dengan kebutuhan.
Misalnya bisa kurang dari lima tahun jika ada kerusakan di salah satu bagian rumah dan harus segera untuk mereka ganti.
Fakta Menarik Seputar Rumah Jew
Mungkin tak banyak orang tahu bahwa rumah bujang milik Suku Asmat ini rupanya menyimpan beberapa fakta unik.
Sebut saja salah satunya adalah keberadaan Jew ini dianggap sakral oleh masyarakat Suku Asmat.
Oleh karenanya, pembangunan sebuah Rumah Jew yang berasal dari Suku Asmat tak boleh sembarang dan wajib mengikuti aturan-aturan yang ada.
Misalnya adalah posisi rumah dekat dengan sungai dan wajib menghadap sungai. Terkait dengan ukuran rumah juga ada aturannya tersendiri.
Benda-benda keramat yang tersimpan di dalam rumah ini hanya boleh berupa tombak, noken, panah, dan semacam tas anyam khas Suku Asmat.
Masyarakat setempat juga percaya bahwa roh leluhur mereka masih terus menjaga mereka dan rumah-rumah mereka, termasuk rumah bujang ini.
Bagaimana, pembahasan di atas sangat menarik, bukan? Dari informasi di atas, kita bisa simpulkan bahwa Rumah Jew ini adalah sentra sistem dan aturan kehidupan bagi masyarakat Suku Asmat.
Ini membuktikan bahwa rumah adat ini memegang peranan yang sangat penting. Selain itu, rumah adat ini juga berkaitan erat dengan nilai dan tradisi Suku Asmat.
Jadi, rasanya sangat penting bagi kita untuk terus melestarikan rumah adat daerah kita sendiri dan rumah adat Indonesia secara umum.
Sebab, rumah adat merupakan salah satu kekayaan negeri kita yang wajib dikenal juga oleh generasi muda di masa depan nanti.